Fenomena Gambar Indah di Layar TV Anda (1)

Indra Herlambang

Fenomena Gambar Indah di Layar TV Anda (1)

Oleh Indra Herlambang

Sungguh brilian cara televisi swasta zaman dulu untuk melindungi pemirsa di bawah umurnya. Anda masih ingat? Setiap kali ada adegan yang dianggap tidak layak tonton akan muncul gambar pemandangan alam, langit terang berbulan, atau lanskap sebuah kota di malam hari yang dipenuhi cahaya.

Hebatnya, mereka seringkali tidak mau bersusah payah berusaha untuk mengganti atau menyamarkan suara yang ada, sehingga salah satu hal yang kerap saya lihat di tayangan Melrose Place adalah gambar indah mentari tenggelam berlatar suara desah napas penuh birahi dan kecipak lembap bibir-bibir yang bersentuhan.

Mundur lebih jauh ke belakang, para orang tua zaman dulu juga punya cara tidak kalah brilian untuk menjaga mata, hati, dan kesucian anaknya. Mungkin Anda juga pernah menikmatinya. Senjatanya sederhana. Hanya berupa bebunyian mengganggu yang keluar dari getar pita suara mereka.

Macamnya ada beberapa, dari batuk kecil yang keluar terpaksa: Uhuk-uhuk!, dehem dalam penuh wibawa: Ehm-ehm!, atau perintah tegas singkat seperti: Tutup mata! Suara-suara ini pada akhirnya berfungsi macam remote mahadahsyat yang bisa menggerakkan mata dan kepala anak-anaknya untuk berpaling dari hal yang tidak seharusnya mereka saksikan. Jika cara ini dipandang tidak berhasil, ada pula orang tua yang menggunakan lima jari tangan untuk menghalangi imaji berpengaruh buruk masuk ke dalam pikiran dan benak anaknya.

Apakah cara-cara hebat itu berhasil? Saya tidak tahu (yang pasti sekarang semua senjata pamungkas itu terbukti tak berdaya melawan TV cable, DVD bajakan, ribuan bahkan jutaan halaman seru di internet. Ada teman saya yang mempertanyakan, apakah adegan-adegan tertentu dalam sebuah tontonan benar-benar dapat mempengaruhi moral seseorang seperti yang selama ini ditakutkan? Jika membaca berita kriminal soal pemerkosa muda yang beraksi setelah terlalu lama membiarkan retinanya dimanja adegan supermesra dari film kebiruan, mungkin jawabannya iya. Tetapi bukankah itu sebentuk peremehan akan benteng diri dan kekuatan unsur baik dari semua manusia di dunia ini?

Dari semua orang yang keluar dari bioskop setelah menonton film Quickie Express, berapa sih di antara mereka yang memutuskan untuk beralih profesi menjadi mesin cinta ketika tiba di rumahnya? Apakah sebuah film punya kekuatan dan beban moral sebesar itu? Entahlah. Sepertinya saya tidak punya kapasitas terlalu baik untuk menjawab pertanyaan ini, karena sejujurnya, nilai Pendidikan Moral Pancasila (PMP) saya sewaktu sekolah dulu selalu biasa-biasa saja.

Penulis: Aktor dan presenter

Comment