Cinta di Horizon Baur

EPILOG

Yuli

Aku benar-benar tidak tahu bagaimana jalan pikiran Riana. Tiba-tiba anak itu datang kepadaku, beramah-ramah. Katanya, “Yul, maafkan aku, ya? Aku khilaf. Aku janji tidak bakal selingkuh dan meninggalkan Bram lagi, deh.”

Heh! Padahal, kemarin dia terlihat begitu lengket dengan cowok Ambon bernama Rio Matulessi itu. Seperti surat dan prangko saja! Lihat saja bagaimana mesranya mereka berdua saat di Pasar Turi. Bergandengan tangan seolah sudah pacaran seratus tahun lamanya. Baru juga kenalan di atas kapal, eh sudah main sabet saja! Gila tidak?!

Tidak tahu, malaikat apa yang menyadarkannya untuk kembali kepada Bram. Syukurlah. Bram terlalu baik untuk disakiti. Cowok itu kelewat lugu. Aku kasihan kepadanya. Semoga Riana “gokil” itu tidak macam-macam lagi.

Rio

Gadis aneh. Kemarin dia sudah menerima respek dariku. Buktinya dia senang kuajak jalan-jalan. Dia juga nampaknya sudah lengket sama aku. Kutunggu saat yang tepat untuk menyatakan cinta kepadanya, maka gadis manis itu pasti akan menjadi milikku. Entah, mungkin aku yang kegeeran atau dia memang bawaannya aneh. Sekarang, dia kayaknya selalu menghindari aku. Tidak tahu. Aku jadinya malas ngejar dia lagi. Habis, dia aneh, sih!

Tapi, eh, temannya yang bernama Yuli itu cantik juga, ya?

Riana

Aku tidak sabar menunggu kapal ini merapat di Pelabuhan Makassar. Sedari tadi kulirik jam tanganku. Lima menit lagi. Sial! Kenapa juga pulsa HP-ku kuhabiskan untuk SMS-an bersama Rio? Mana di gerai kapal juga kehabisan lagi? Uh, lima menit kayak lima abad saja rasanya. Lagian, kok jarum jam ini malas banget bergerak?! Ayo, cepetan dong! Apakah tangga-tangga kapal sudah stand-by? Bagus. Rupanya mereka sudah menyiapkan tangga-tangga tersebut.

Oh, mudah-mudahan Bram belum berangkat kuliah. Mudah-mudahan dia mengaktifkan HP-nya. Aku harus cepat-cepat ke gerai handphone untuk mengisi pulsa….

Bram

Untung HP-ku tidak low-batt seperti kebiasaannya yang laten, maklum HP tua! Kalau tidak, aku pasti tidak bakalan menerima telepon dari Riana. Aku sempat kaget. Kupikir terjadi apa-apa terhadap dirinya. Soalnya, dia bicara dengan terburu-buru dan napas tersengal-sengal. Tapi, ternyata dia cuma mengucapkan empat patah kata:

“Bram, aku cinta kamu….”

Catatan:

Cerpen merupakan salah satu pemenang nominator Lomba Cipta Cerpen Remaja (LCCR) Anita 1997, dimuat di Majalah Anita Cemerlang pada tahun yang sama.

Comment