Wisata Menyegarkan di Kota Bunga Malino

MEDIAWARTA.COM, MALINO – Kawasan Wisata Alam Malino menjadi tempat berlibur yang menyenangkan saat mengunjungi Sulsel. Hawa sejuk dengan pemandangan alam yang luar biasa, menjadi daya tarik bagi wisatawan.

Bagi yang jenuh dengan hiruk pikuk kota metropolitan, memiliki jawaban yang sama ketika ditanya hendak pergi kemana menikmati liburan akhir pekan. Pasti menginginkan pergi ke tempat yang tenang, sejuk, dan alami. Mereka yang berdomisi di Jakarta, akan menjatuhkan pilihan ke kawasan Puncak Bogor. Sementara, yang berada di Kota Makassar, kawasan wisata alam Malino menjadi pilihan yang tepat.

Selama ini, Bandung terkenal dengan julukan “Kota Kembang”, maka Malino dapat disebut sebagai “Kota Bunga”. Julukan ini muncul karena banyak spesies bunga yang tumbuh di Malino. Hasil penelitian Gerard Van Went Gerard dari lembaga penelitian asal Belanda pada “Programme Uitzending Managers”, menyatakan sekitar 60 persen bunga yang tumbuh di Belanda, juga terdapat di kawasan Malino. Bunga yang terkenal di antaranya adalah anggrek dan edelweiss yang banyak dijajakan pedagang kaki lima di Malino.

Kawasan Wisata Malino berada 90 kilometer di sebelah timur Kota Makassar. Jalanannya beraspal halus, berliku dan mendaki, menyusuri kaki Gunung Bawakaraeng di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Dilihat dari udara, akan tampak aliran Sungai Jeneberang yang mengalir dari Gunung Bawakaraeng menuju Makassar.  Tampak pula aliran sungai yang melebar menjadi seperti genangan air yang luas. Itu tidak lain adalah Bendungan Bili-bili.

Perjalanan selama dua jam dengan kendaraan mobil, dihiasi perbukitan yang tegak menjulang di kiri jalan dan kanan jalan. Semakin dekat Malino, semakin tajam tikungan yang dilalui. Hawa dingin yang sejuk mulai menerpa, ketika kumpulan pohon pinus di ketinggian seribu meter di atas-permukaan laut menyambut kedatangan para tamu.

Sebelum menuju Malino, sebaiknya sediakan mobil sewa yang berkualitas. Carilah sopir yang energik, tahu arah jalan, dan berpengalaman. Bila ingin berhemat, siapkan bekal makanan dan minuman ringan secukupnya, pakaian, dan perlengkapan obat-obatan bagi yang mudah masuk angin, sakit kepala, dan mual. Hal demikian perlu diperhatikan, karena medan perjalanan menuju Malino berkelok-kelok, kadang terjal, dan naik turun.

Sejarah mencatat kesejukan alam Malino merupakan magnet yang memikat untuk dikunjungi. Jauh di masa Kerajaan Gowa, kawasan Malino telah menjadi tempat peristirahatan para raja dan keluarganya. Di 1927, Gubernur Caron di masa penjajahan Belanda, membangun pesanggrahan di Malino sebagai tempat peristirahatan bagi para petingginya.

Pada 1946, diselenggarakan konferensi Negara Indonesia Timur di Malino, yang menggagas keinginan memisahkan diri  dari Republik Indonesia. Di 2001, digelar Perjanjian Perdamaian Malino I dan II untuk melerai pertikaian di Poso, Sulawesi Tengah dan di Ambon, Maluku.

Sajian utama di Taman Wisata Alam Malino adalah menikmati kesejukan alami hutan pinus seluas kurang lebih 3.500 hektare, yang berada dua kilometer di luar Kota Malino. Deretan belasan warung memudahkan pengunjung ketika turun dari kendaraan, dan ingin duduk-duduk bersantai.

Warga setempat menyediakan sewa tikar bila ingin duduk melantai, menikmati kesejukan alam tepat di bawah pepohonan pinus. Tawaran wisata berkuda menggoda untuk dicoba. Rute yang ditawarkan berupa satu kali berkendara kuda mengelilingi setengah hektare hutan pinus. Bila masih penasaran dalam menunggang kuda, dapat disewa selama satu jam.

Comment