Aku Tak Bisa Mencintaimu Lagi

Foto: Istimewa

Sebuah pengusiran halus yang diucapkan seperti ultimatum dengan tindakan meninggalkan Aldi dan ia kembali masuk ke dalam kamar. Lagi-lagi dengan suara pintu yang sepertinya sengaja ditutup keras-keras.

“Aku harus pulang,” Bagosa menatap Aldi.

“Mama memang begitu….”

“Aku harus….”

“Jangan takut begitu, dong. Lihat, muka kamu pucat seperti habis melihat hantu. Kebiasaan jelek Mama memang begitu. Terlalu selektif memilih calon menantu,” Aldi meringis. “Ujian baru dimulai. Kamu tidak berniat untuk mundur, kan?”

Tak peduli dengan apa yang Aldi katakan, Bagosa cepat beranjak dari duduknya. Tak berani ia menarik tangan Aldi yang terjulur seperti minta dibantu untuk bangkit dari duduknya.

“Harus pamit dulu sama Mama.”

Kalau Bagosa menyebut nama Tuhan berkali-kali dalam hatinya saat ini, itu dikarenakan ia takut dengan apa yang akan terjadi nanti setelah Aldi mengetuk pintu kamar tidur utama.

“Kamu harus pulang cepat…!” Cuma itu suara yang terdengar untuk menyahuti panggilan Aldi lewat ketukan pintu. Tak ada kepala yang tersembul untuk sekedar memamerkan senyum.

Bagosa mengelus dadanya.

Tiba-tiba ia merasakan belum siap dengan ujian yang Aldi katakan.

***

“Kenapa menghindariku?” tanya itu meluncur ketika Bagosa baru saja mengangkat horn telepon dan mendekatkannya ke telinganya. Ada yang terasa lain ketika mendengar suara Aldi di seberang sana. “Ada acara bagus, nih. Pertunjukan wayang orang….” Aldi terbahak. Pasti tidak suka, kan?”

“Bicara yang jelas!” protes Bagosa dengan suara sedikit meninggi. Kepalanya pening akibat kejadian di rumah Aldi kemarin. Dan sejak kemarin itu, ia memang berniat untuk tidak menghubungi atau bertemu dengan Aldi dalam sementara waktu. Perasaan sentimen dan sensitifnya harus dihilangkan dulu.

“Mama memintaku…,” Aldi seperti sengaja menggantung kalimatnya. “Tidak percaya, kan?”

Bagosa menguap. Sengaja mengeraskan suaranya agar Aldi tahu bahwa ia tak ingin mendengar ceritanya itu.

“Mama memintaku mengajakmu untuk menemaninya pergi ke pesta pernikahan anak kawannya…,” Aldi tertawa lagi. “Ngerti kan meski bicaraku berbelit-belit begitu?”

“Kamu….”

“Waktu pertama jadi pacarku kan aku sudah bilang bahwa kamu akan melewati berbagai macam ujian dari Mamaku yang begitu sayang dengan anak sulungnya. Dan kamu bilang setuju sambil belajar mengerti karakter orang tua Jawa seperti Mamaku. Ingat juga kan waktu kamu bilang bahwa kamu ingin sekalian menghilangkan sifat cuekmu karena terlalu lama tinggal di Jakarta.”

“Tapi….”

“Mau belajar jadi Putri Solo, kan? Please, Bagosa….”

Dan entahlah, apa yang membuat Bagosa pada akhirnya menganggukkan kepala dan mengucapkan kalimat ‘ya’ sebagai tanda persetujuan atas ajakan Aldi.

Setelah horn telepon diletakkan pada tempatnya, yang terpikirkan di kepala Bagosa cuma satu. Busana apa yang harus dikenakannya nanti agar ujian dari Mama Aldi terhadapnya berjalan lancar?

Comment