Aku Tak Bisa Mencintaimu Lagi

Foto: Istimewa

Pesta pernikahan itu sebenarnya meriah. Dan makanan yang dihidangkan pun menarik selera. Tapi segalanya jadi berantakan karena Bagosa tidak tertarik sama sekali akibat suasana hatinya yang tidak mendukung.

“Di Solo indekos? Gadis-gadis Jakarta memang pemberani. Tapi kadang kurang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekeliling.”

Itu komentar pertama ketika Bagosa baru saja memasuki rumah Aldi. Aldi sepertinya sengaja disembunyikan hingga dikatakan anak itu sedang tidak ada di rumah.

“Warna pakaianmu tidak cocok untuk pesta malam ini.”

Komentar kedua yang masih bisa ditolerir Bagosa.

“Harusnya Aldi mendapatkan gadis seperti Rieke. Ingat gadis yang tadi dikenalkan, kan? Orang tuanya cukup berpendidikan dan akrab dengan keluarga kami. Tapi dasar saja Aldi yang keras kepala. Mama harus menuruti keinginannya dahulu. Yang Mama yakin cuma satu. Pada suatu saat, Aldi pasti mendapatkan gadis seperti yang Mama inginkan. Untuk sementara waktu, biar Mama yang bersabar. Baru tahun kemarin lulus SMA, tentunya agak sulit untuk memaksa menentukan gadis pilihan Mama.”

Komentar ketiga yang berkepanjangan yang membuat Bagosa menulikan telinganya dengan mencoba berkonsentrasi pada keadaan ramai di sekelilingnya.

“Lekas-lekaslah kamu mencari laki-laki lain biar Aldi tidak lagi dekat-dekat denganmu.”

Ada tambahan sakit hati lagi.

“Calon menantu? Bukan. Kebetulan sekali saja anak-anak sedang tidak ada di rumah. Jadi saya mengajak gadis ini. Katanya ingin belajar banyak tentang Solo. Gadis Jakarta. Maklum….”

Tawa yang meluncur itu dengan mata yang melirik ke arah Bagosa membuat Bagosa menjadi muak.

Makanan dan keramaian tidak lagi menarik perhatiannya. Ia cuma ingin cepat-cepat pulang. Ia cuma ingin cepat-cepat menumpahkan tangisnya di dalam kamarnya.

***

“Bagosa….”

Masih dengan ransel di punggungnya, Bagosa jongkok di bawah pohon di halaman kampus. Seperti tidak mempedulikan kehadiran Aldi, tangan Bagosa sibuk membuka lembaran koran yang terhampar di hadapannya.

“Kamu marah?”

Bagosa diam.

“Ujiannya masih banyak dan sepertinya aku sudah tidak kuat untuk bertahan.”

Bagosa diam.

“Bagosa, please….”

Bagosa cuma diam. Aldi seperti cowok cengeng begitu. Wajahnya terlihat memelas ketika memandangi Bagosa. Ah, dungu sekali Bagosa bisa menambatkan hati pada cowok itu.

Gara-bara bertabrakan di kantin kampus. Kebetulan Bagosa sedang sibuk memesan minuman untuk rapat organisasi dan Aldi tengah bersiap membayar makanannya.

Comment