Arwah yang Suka Bernyanyi

Foto: Shutterstock

“Ngopi dulu, Pak.”

Pak Wisnu tersenyum. “Sedikit lagi beres, kan? Besok tinggal mengecat dan… kembali seperti semula. Seperti setahun yang lalu.”

“Bagus. Bagaimanapun, seharusnya itu memang dibiarkan terbuka, dan dimanfaatkan untuk gudang.”

Miko memandang ruang kecil berbentuk segitiga di bawah tangga itu. Ia teringat kembali seperti apa perasaannya waktu itu. Ia masih bisa membayangkan bagaimana dan seperti apa mayat yang belum seluruhnya hancur itu. Bahkan pakaiannya masih utuh dan tali yang melingkar di leher itu pun masih utuh. Kurun waktu setahun dalam ruang tertutup amat rapat membuat mayat itu tidak cepat rusak.

Mayat Niar.

Miko masih sering berpikir, apakah arwah penasaran Niar juga akan merasuki orang, jika orang itu bukan Karmila? Bagaimana jika yang datang sebagai penghuni bukan anak perempuan yang kebetulan sama persis tanggal, bulan, dan tahun kelahirannya dengan Niar?

Barangkali kasus terbunuhnya Niar tak pernah terungkap. Karmila sendiri sudah tidak terlalu merisaukan keanehan-keanehan yang pernah menimpa dirinya.

Ia menganggap dirinya hanyalah media yang dipakai arwah Niar untuk membuka dan menyingkap kejahatan dan kekejian ayahnya sendiri.

Luar biasa.

Buktinya, sejak jasad Niar dikebumikan dengan layak, dan kejahatan Pak Sindhu terungkap, Karmila tak pernah lagi mengalami hal-hal aneh maupun kesurupan.

“Tidak usah terlalu bagus, Pak Wisnu….”

Miko dan Pak Wisnu menoleh. Yang datang adalah Pak Wibisono.

“Bapak ini!” kata Miko. “Tentunya Bapak setuju jika kita mempertahankan keaslian rumah antik ini, kan? Kita tidak tahu, tapi Pak Wisnu lebih tahu seperti apa bentuk kolong tangga ini dulunya….”

“Iya, tapi apa artinya jika sebentar lagi Bapak akan menjualnya?”

“Menjual rumah ini?” Miko terpukau.

Pak Wibisono tertawa gembira. “Kenapa tidak? Karena foto rumah kita beberapa kali muncul di koran, ternyata berakibat bagus. Ada sekian penggemar bangunan kuno yang tertarik untuk membeli dengan harga istimewa.”

“Apa tidak sayang, Pak?”

“Kalau mereka berani membayar tiga kali lipat dari nilai beli kita?”

“Terserah Bapak. Mungkin dengan begitu kita bisa membuat rumah yang betul-betul baru. Tanpa masalah, tanpa misteri….”

Pak Wibisono tersenyum.

Biodata Penulis:

Donatus A Nugroho, memulai debut kariernya menjadi penulis paling produktif saat ini berangkat dari idealismenya menolak diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di akhir 1980-an. Ia lantas lebih memilih terjun di dunia yang dicintainya, menulis. Lahir di Solo, Salatiga, Jawa Tengah, penulis ini mengukuhkan dirinya sebagai pengarang andal dengan meraih puluhan penghargaan sebagai juara pertama di Lomba Cipta Cerpen Remaja (LCCR) Anita Cemerlang, Gadis, Mode, Aneka Yess!, Ceria Remaja, Planet Pop, dan masih banyak media nasional lainnya. Saat ini, novel-novelnya sudah banyak diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, Erlangga, DAR! Mizan, Lingkar Pena, Puspa Swara, dan banyak lagi penerbitan lainnya. Selain menulis, ia paling senang berburu dan mengoleksi kaset-kaset lawas. Bersama Zara Zettira ZR, ia pernah tercatat sebagai redaktur istimewa di majalah Planet Pop, Jakarta (1999-2000).

Comment