Belibis Putih di Ranu Kumbolo

Foto: Istimewa

Belibis Putih di Ranu Kumbolo
Oleh Budi Kusnendar

MEDIAWARTA.COM – Angin Maret yang menerpa pucuk pinus di tepian Ranu Kumbolo terasa menusuk kulit. Mega yang duduk mencangkung segera meninggikan kerah jaket birunya. Mencoba menahan dingin yang menusuk kulitnya. Setelah itu, tangannya kembali menyelusup ke saku jaketnya. Sementara itu, Alda, Dirga, dan Anggi yang menjadi teman sependakiannya asyik mendirikan tenda.

Bola mata Mega yang bening mengarah pada seekor belibis yang berenang kian kemari di atas birunya air Ranu Kumbolo. Sesekali belibis cantik berbulu putih itu menghilang dari pandangannya. Teralang kabut tipis yang mulai menyelimuti Ranu Kumbolo. Begitu juga Puncak Maha Menu yang berpasir sudah tak terlihat lagi.

“Kasihan belibis itu, tentunya ia kesepian. Tidak ada yang menemaninya bermain,” gumam Mega dalam hati.

Mendadak Mega merasakan kekosongan batinnya. Batinnya terasa lelah, gundah, dan seribu satu macam perasaan tidak mengenakkan bercampur jadi satu.

Pikirannya melayang pada kejadian dua minggu lalu. Siang itu, sepulang sekolah, Erick mengajaknya berkunjung ke rumah yang sedang kosong. Di sana Erick mencoba merayunya. Tidak cuma itu, Erick juga berusaha menciumnya.

Tentu saja, Mega menolak tegas-tegas yang membuat Erick tersinggung. Merasa tersinggung, Erick mulai mengungkit-ungkit kelakuannya selama ini yang di mata Erick tak lebih dari sekadar cewek gampangan.

Merasa tercampakkan harga dirinya, Mega minta pulang. Erick yang merasa keinginannya belum terlaksana menolak mengantarkannya pulang. Malah dengan berang Erick melontarkan kata-kata yang menusuk hatinya.

“Hei! Kamu kan cewek yang mau diajak kencan sama cowok mana saja. Asal diajak clubbing, ditraktir makan. Sekarang untuk apa sok suci?” sergah Erick sengit.

“Apa kamu bilang?! Lantas kamu pikir, kamu itu apa, heh? Kamu playboy tanggung tahu! Kamu tidak lebih dari benalu yang bisanya mengandalkan kekayaan Papamu, huh!” balas Mega tak kalah sengitnya.

Bola matanya yang sendu mulai berkaca-kaca, tapi Mega mencoba menguatkan dirinya. Erick yang ada di hadapannya terperangah dibuatnya. Erick seakan tak percaya kalau bibir mungil yang menggemaskan itu bisa mengeluarkan kata-kata tajam.

“Rupanya kamu selalu menganggap cewek yang suka pergi clubbing, adalah cewek gampangan. Yang bisa kamu perlakukan seenak perutmu?” sambungnya lagi sambil keluar pintu.

Setengah berlari Mega meninggalkan Erick. Pikirnya, makin jauh dari rumah itu, makin baik. Tak sadar langkah kakinya membawanya kembali ke sekolahnya yang memang letaknya tidak begitu jauh dari rumah Erick.

Terengah-engah Mega sampai di kantin. Tak peduli dengan Alda, Dirga, dan Anggi yang sedang asyik ngobrol, Mega langsung memesan minuman dingin kepada ibu kantin.

“Hei, Ga! Belum pulang, yuk gabung sama kita. Kita lagi bicarakan rencana mengisi liburan,” sapa Anggi. “Sebentar lagi kan anak-anak kelas tiga ujian. Sementara anak-anak kelas tiga ujian, kita kan libur. Rencananya, aku, Alda, dan Dirga mau cabut ke Semeru,” lanjut Anggi.

“Ya, Ga! Kamu mau ikutan? Sekali-sekalilah kamu ikutan. Olahraga sambil menghirup udara segar bebas polusi,” sela Dirga.

Comment