Cinta dalam Bayang Baur (Winter in Osaka)

Foto: Istimewa

Tapi, dari setiap patah kata yang terlontar dari bibir mereka, Mariska tahu kalau mereka sangat mengharapkan agar dia mau menerima Dirga. Tak ada hari tanpa Dirga. Setiap saat nama cowok itu disebut-sebut di hadapannya. Seolah Dirga adalah permata di mata mereka.

Ketika Mariska berterus terang dan memberanikan diri memperkenalkan Kevin kepada mereka, maka hal terburuk pun akhirnya dialaminya juga. Kevin tidak dianggap! Sama sekali tidak dianggap, bahkan untuk sebelah mata pun dia tidak dipandang. Sungguh menyakitkan!

Hatinya hancur. Terlebih ketika Papa Kevin pun berlaku serupa perlakuan kedua orang tuanya terhadap Kevin tempo hari. Tak ada ekspresi yang terpancar dari wajah keras lelaki itu. Tapi Mariska sudah menemukan tanggapan di sana. Ketidaksetujuan! Dan, akhirnya dia mohon pamit dengan seribu baur rasa.

Mariska menyusut air matanya ketika dilihatnya daun pintu kamarnya terkuak. Diletakkannya hati-hati benda pemberian Kevin ke tempatnya semula, di sudut lemari pada laci yang teratas. Mama masuk.

“Makan, Mari.”

Mariska mengangguk. Ditutupnya pintu lemari. Sekelebat wajah tampan Kevin muncul pada cermin lemari. Tersenyum kepadanya. Ah, bagaimana kabar dia sekarang?

***

Ada tepukan halus di pundaknya. Mariska terkesiap. Belaian angin laut yang sejuk dan basah rupanya mampu membuatnya melamun berlama-lama. Dirga seolah tersingkir.

“Mari, kamu tidak apa-apa, kan?”

Gelengan kecil menjawabi pertanyaan prihatin Dirga.

“Kamu lapar?” Dirga berdiri dari duduknya di trotoar Pantai Losari. “Aku pesan pisang-epek, ya?”

“Tidak usah, Ga. Aku tidak lapar.”

Dirga tidak jadi melangkah. Dia duduk kembali. Kali ini lebih memepet ke arah Mariska.

“Kamu ada masalah?”

Gelengan kecil kembali terlihat pada kepala Mariska.

“Kamu masih memikirkan dia?” tanya Dirga hati-hati. Diangkatnya lutut ke atas. Ditopangkannya dagunya yang berlekuk samar di atas lututnya itu.

“Siapa?”

“Kevin.”

Mariska terlengak. Kontan dipandanginya wajah bersih di sampingnya.

“Kamu….”

“Aku sudah tahu masa lalu kalian. Juga hubungan….”

“Pasti Tika….” Mariska menggigit bibirnya.

“Dia tidak bersalah. Aku yang memaksa mengorek keterangan tentang kalian dari dia.”

“Un-untuk apa?”

Dirga menunduk. “Sori, aku terlalu lancang….”

“Seharusnya dia tutup mulut dan tidak ‘ember’ begitu!”

“Aku yang memaksanya, kok. Aku pikir….”

“Ya, sudahlah, Ga. Aku dan Kevin….”

“Kamu masih mencintainya?”

Mariska diam. Kali ini dia tidak menggeleng. Juga tidak mengangguk.

Comment