Dialog Jingga Keping Hati

Foto: Istimewa

“Hahaha, Nes-Nes. Kok, kamu sentimentil begitu sih? Cocok deh kamu jadi penyair kayak Kahlil Gibran.”
“Norak. Tidak lucu!”
“Kamu marah ya, Nes? Aku kan, cuma becanda.”
“Untuk apa marah? Buang-buang energi saja kalau aku marah sama playboy macam kamu.”
“Agnes Sayang….”
“Tidak usah, ya? Emangnya baygon pakai sayang-sayang segala.”
“Tuh kan, kamu marah.”
“Amit-amit.”
“Hahaha.”
Agnes memberengut. Kesal dia. Dihindari dan ditepisnya tangan Ardan yang dua kali berusaha membelai pipinya. Dibuangnya muka setelah dia menggeser duduknya ke ujung, menjauhi Ardan yang masih terkikik.
“Sudah, sudah. Tidak ada yang lucu, Dan!”

Perlahan Ardan meredakan tawanya bertepatan dengan bunyi klakson mobil di luar.

“Papi-Mamimu datang, Nes.”
“Bodoh amat.”
“Lho, Nes? Kok, tidak disambut sih?”
“Sana… sambut sendiri, gih!”
“Jangan begitu….”

Ardan diam. Didengarnya suara derap sepatu yang mengetuk ubin semakin mengarah ke ruang tamu. Kontan dia berdiri serta membungkukkan badan sedikit begitu dilihatnya sepasang suami-istri berbusana necis melintas di depannya.

“Selamat malam, Oom,” sapanya lunak ke arah pria separo baya yang mengenakan setelan jas pesta berwarna gelap. Kemudian, dia mengalihkan matanya ke arah wanita muda yang tampak kemayu dengan kebaya hijau lumutnya. “Selamat malam, Tante.”
“Malam, malam. Oh, Nak Ardan. Sudah lama, ya?”
“Lumayan, Oom. Dari kondangan ya, Oom, Tante?”
“Iya, rekanan kerja Oom, cuma selamatan rumah baru,” jawab wanita itu. “Oya, kami masuk dulu, ya?”

Ardan mengangguk dengan santun. Dia pun duduk kembali setelah sosok suami-istri itu menghilang di kelokan bingkai pintu ruang dalam. Diuraikannya senyum jumawa pada Agnes yang masih mengikalkan bibirnya.

“Lho, masih marah, Nes?”
“Tidak. Aku cuma tidak suka lihat kamu beramah-ramah sama orang tuaku!”
“Memang kenapa? Apa aku salah kalau begitu?”
“Tidak, sih. Cuma aku ingatkan saja, aku tuh tidak bakal simpati kepada kamu meskipun kamu beramah-tamah-ria begitu tadi.”
“Kamu kok ngawur-ngawur begitu sih?”
“Iyalah. Kamu kan mengadakan pendekatan ke orang tuaku supaya….”
“Aduh, Nes. Aku tuh ya, bukan pemuda tipe ‘bleki’ yang menjilat ke sana-sini.”
“Terus, apa sih bedanya dengan predikat yang kamu sandang?!”
“Ah, Agnes! Kenapa kamu punya pandangan negatif begitu sama aku?”

Comment