Menikah dengan Arwah

Foto: Istimewa

Menikah dengan Arwah
Oleh Effendy Wongso

Shanghai, 1988

MEDIAWARTA.COM – Tidak ada hal yang lebih menyakitkan daripada kehilangan orang yang dikasihi. Benang merah kisah lara selalu memintal kenangan sepat berujung sesal. Saban malam air matanya mengucur seolah tanpa henti. Membelah gulita dengan giris isak memilukan.

Tabela itu sudah siap dimakamkan. Sanak saudara telah pula mengikhlaskan segalanya. Melepas kepergian Mao Ching dengan tenang, beristirahat dengan damai di alam sana. Namun gadis itu masih bermuram durja. Menangisi kepergiannya yang mendadak.

“Jangan menangis lagi!”

Ada kalimat lembut serupa bisikan menyentuh lunak sepasang gendang telinganya. Intonasi yang sudah diakrabinya sekian tahun. Tanpa menolehkan kepalanya, ia sudah tahu siapa gadis itu. Mao Hua, gadis dengan tubuh jangkung. Kakak perempuan almarhum Mao Ching, satu-satunya penerus keluarga Mao yang tertinggal.

“Kak, saya sakit hati. Ke-kenapa?!” Gadis berambut mayang itu terisak, sertamerta menjatuhkan kepalanya di bahu Mao Hua.

Mao Hua mengelus rambut gadis itu. Sepasang mata kekasih mendiang adiknya itu masih tampak sembap. Setanggi ladan di depan tabela masih pula mengepulkan asap, menambah perih di matanya. Membauri gumpalan air di pelupuk, yang pada akhirnya mengucur seperti tanpa henti berbirama dengan isak tertahan kesedihannya.

Tutup tabela mulai dipaku. Ada jerit dan tangis menderas dari pinggir tabela. Seperti irama requim. Pandangannya mengabur. Mao Ching tidak mungkin dapat kembali. Dibiarkannya air mata mengalir melewati pipinya yang tirus. Rangkaian kenangan indah bersama cowok itu telah terpenggal oleh takdir. Ia menjerit tanpa sadar.

“Tuhan tidak adil!”

“Jangan ngomong begitu!”

“Tapi….”

“Lee Shiaw Ping!”

“Ak-aku….”

“Takdir! Semua ini sudah menjadi suratan. Jangan sesali lagi kematian A Ching. Dia tidak bakalan pergi dengan tenang ke alam sana jika melihat kamu bersedih begitu!”

“Tapi….”

“Meski kematiannya tidak wajar, tapi aku yakin Tuhan telah menggariskan….”

“Ak-aku tidak dapat menerima kenyataan ini, Kak!”

“Itu sama juga berarti kamu menyiksa A Ching. Dia tidak dapat meninggalkan dunia fana ini dengan lapang, terikat oleh orang-orang yang dikasihinya, yang tidak rela melepas kepergiannya!”

“Dia masih sangat muda, Kak!”

“Sudahlah, Ping! Relakanlah dia pergi!”

“A Ching….”

Comment