Pengadaan Seragam Sekolah Sesuai Aturan Barang dan Jasa, Tudingan Ormas RESOPA Isu Murahan

MEDIAWARTA, MAKASSAR – Salah satu kekeliruan terbesar dalam menyampaikan kritik adalah menuduh lebih dulu, mencari tahu belakangan atau bahkan tidak tau sama sekali jalanya proses pengadaan barang.

Itulah yang tampaknya terjadi pada Ormas Resopa. Tudingan mereka terhadap pengadaan seragam sekolah gratis di Kota Makassar bukan hanya terburu-buru, tapi juga melenceng dari fakta.

Alih-alih membedah prosedur dan memahami mekanisme e-katalog serta proses distribusi, Resopari justru memilih menyebar asumsi. Kritik seperti ini bukan hanya tidak produktif, tapi berpotensi menyesatkan opini publik.

Padahal, yang mereka kritik seharusnya bukan sistemnya, tapi mungkin cara mereka memahami proses itu sendiri. Tudingan boleh, asal tepat sasaran.

Tapi jika hanya berdasarkan asumsi tanpa memahami proses yang berlaku, itu bukan kritik, melainkan kesimpulan prematur.

Pernyataan Ormas Resopa soal dugaan ketidaksesuaian dalam pengadaan seragam sekolah gratis di Kota Makassar sangatlah keliru.

Faktanya, seluruh proses pengadaan telah melalui mekanisme resmi, mulai dari e-katalog, Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Pemkot Makassar dan pemilihan penyedia, hingga distribusi di lapangan.

Merespon issu liar yang berkembang, Dewan Pimpinan Pusat Angkatan Pemersatu Pemuda Indonesia (DPP APPI) menanggapi secara tegas tudingan Ormas RESOPA terkait pengadaan seragam sekolah gratis di Kota Makassar.

Tudingan yang menyebut proses pengadaan tidak sesuai prosedur dinilai keliru dan tidak berdasar.

Melalui Ketua Bidang Pendidikan dan Industri Kreatif DPP APPI, Fadel Sofyan, pihaknya menyayangkan pernyataan Ketua Umum RESOPA yang menurutnya tidak memiliki pijakan data dan cenderung menyesatkan opini publik.

“Kami heran dengan pernyataan tersebut. Entah apa dan bagaimana cara berpikirnya. Mana ada seragam yang dibeli dari luar daerah Makassar. Kalau memang yakin, silakan cari dan buktikan datanya,” tegas Fadel, Jumat (1/8/2025).

Program seragam sekolah gratis di Kota Makassar bukan dijalankan secara sembarangan, apalagi asal tunjuk penyedia. Semua proses telah mengikuti aturan yang berlaku dalam sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Mulai dari pencatatan melalui e-katalog, mekanisme pemilihan penyedia, hingga proses distribusi ke siswa seluruh tahapan dilakukan secara transparan dan terukur.

Sayangnya, masih ada pihak-pihak yang menuding tanpa memahami prosedur. Padahal, justru kepatuhan pada regulasi inilah yang menjadi dasar kuat dalam menjalankan program ini, demi memastikan efisiensi anggaran sekaligus akuntabilitas pelaksanaan di lapangan.

Fadel menjelaskan bahwa proses seleksi penyedia seragam dilakukan melalui Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Pemkot Makassar menggunakan skema konsolidasi kontrak payung, bukan mekanisme konvensional.

“Dari hasil seleksi yang ketat tersebut, ditetapkan 29 penyedia yang sebagian besar merupakan pelaku UMKM lokal,” tuturnya, sesuai mendapat keterangan pihak Dinas Pendidikan.

Setelah kontrak payung ditetapkan, ke-29 penyedia diserahkan kepada Dinas Pendidikan untuk negosiasi lebih lanjut dan pelaksanaan kontrak kerja.

Bahkan, menurut Fadel, meskipun dalam daftar terdapat penyedia dari luar daerah, tidak serta-merta mereka menjadi pihak yang ditunjuk. Maka Pemkot, dalam hal ini Dinas Pendidikan, tentu sudah sangat mempertimbangkan banyak hal.

“Kalau penyedia dari luar daerah, akan ada biaya tambahan seperti ongkos kirim, durasi pengerjaan, hingga pengawasan. Belum lagi kalau ada kesalahan, proses retur atau penukaran akan jadi rumit,” jelasnya.

Menanggapi isu pengadaan dari Pasar Butung, Fadel menyebut hal tersebut adalah pelanggaran dari pihak penyedia, bukan kesalahan dinas. Ia menegaskan, penyedia yang terbukti menyuplai dari toko non-UMKM dan melanggar ketentuan telah diputus kontraknya.

“Itu murni kesalahan penyedia. Barangnya telah dikembalikan, dan Kadis maupun Kabid sudah bertindak tegas. Jangan seolah-olah itu bagian dari sistem resmi, karena bukan. Bahkan suplai dari penyedia itu sudah dihentikan,” ungkapnya.

Terkait penyedia dari luar Makassar yang ikut mendaftar dalam seleksi awal, Fadel menegaskan bahwa banyak dari mereka tidak lolos hingga tahap pemesanan karena tidak memenuhi kriteria.

Isu tersebut, kata dia, hanyalah bentuk kesalahpahaman atau bahkan upaya menggiring opini negatif. Lebih lanjut, Fadel justru menyarankan agar Ormas RESOPA fokus pada isu yang lebih nyata dan merugikan masyarakat.

Seperti praktik jual-beli seragam oleh beberapa sekolah yang masih terjadi, meskipun sudah dilarang oleh Pemerintah Kota Makassar.

“Kalau memang peduli, harusnya RESOPA kritisi sekolah-sekolah yang masih nakal dan menjual seragam,” imbuhnya.

“Itu jelas-jelas menyalahi kebijakan wali kota. Tapi kenapa justru yang dikritik malah program gratis yang membantu rakyat kecil,” tambah dia.

Menurutnya, program seragam gratis ini telah banyak membantu masyarakat, khususnya dalam meringankan beban biaya pendidikan dan menggerakkan ekonomi pelaku usaha lokal.

Ia juga mengapresiasi komitmen Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin, Kadis Pendidikan atas kinerja yang dinilai luar biasa.

“Bayangkan berapa banyak orang tua yang bisa mengalihkan biaya seragam ke kebutuhan lain. Ini langkah nyata dalam pemerataan pendidikan. Harusnya kita dukung, bukan justru menyebar prasangka buruk,” ujar Fadel.

Menutup pernyataannya, Fadel mengingatkan agar semua pihak tidak membangun opini liar tanpa dasar hukum. Ia juga menekankan bahwa sejauh ini belum ada hasil audit dari APIP maupun APH yang menyatakan adanya kerugian negara terkait program ini.

“Jangan karena beda pandangan, lalu seenaknya membangun opini negatif. Kalau belum ada audit resmi yang menyatakan ada pelanggaran, jangan ganggu kerja baik pemerintah. Mari hargai niat baik dan hentikan ‘Piti kana-kanai’,” pungkasnya.

Comment