Bersatu Kita Teguh: Titik Kumpul (27)

MEDIAWARTA, MAKASSAR – Sebagai kelompok masyarakat, apakah anda memiliki situasi batin yang disebut “sense of belonging” (rasa memiliki)? Misalnya, rasa memiliki kampus atau sekolah tempat mengajar, perusahaan tempat bekerja, kelompok Pengajian tempat menimba pengetahuan agama, organisasi tempat beraktualisasi, atau komunitas tempat menyalurkan hobi.
Bagaimana anda meyakini bahwa di sana betul anda punya rasa memiliki? Mari kita bedah beberapa ukuran hadirnya rasa memiliki.

Pertama, anda selalu merasa “attached” pada kelompok itu. Hubungan emosional terbangun dengan baik. Orang sering istilahkan “chemistry”. Ada suasana kebatinan yang sudah terjalin kuat. Anda tidak ingin melepaskan diri dari keterlibatan anda di sana. Saat anda terlibat, anda merasa nyaman. Keterlibatan itu membuat anda merasa bahagia. Keterlibatan itu menjadi “sesuatu banget” bagi anda. Bila tidak dilibatkan, anda merasa terluka, karena anda merasa menjadi bagian dari pemilik perkumpulan itu. Karenanya, anda menjadi “titik kumpul” bagi orang-orang di sekitar anda.

Berikutnya adalah respek. Rasa memilki itu juga bisa diukur sejauhmana anda memiliki kepedulian kepada orang-orang yang terlibat pada perkumpulan itu. Anda mempunyai kecakapan untuk memperlakukan anggota kelompok dengan baik. Dengan respek itu, bila anda tidak ada, anda dicari oleh yang ada. Bila anda ada, anda mencari yang tidak ada. Seperti itulah respek bekerja dalam kehidupan nyata. Kehadiran anda menjadi berharga, bahkan bisa menjadi roh pada kelompok itu.

Respek itu memiliki kemampuan memantul. Penghormatan yang anda berikan itu pula yang membuat anda menjadi terhormat, karena anda memungsikan nurani saat bersikap, istilah umumnya, “anda punya hati.”

Respek itu membuat anda menjadi anggota wajib. Kehadiraan anda yang membuat organisasi bergerak. Kalau anda tidak hadir, ada sekian persen kehilangan spirit pergerakan kelompok. Respek itu membuat anda paling tidak, menjadi anggota sunat. Kalau anda tidak ada organisasi tetap jalan, namun kehadiran anda membuat organisasi menggeliat lebih dari yang biasa. Respek sudah pasti membuat anda bukan anggota makruh. Anggota makruh adalah kehadirannya tidak memberi nilai tambah kelompok, namun ketidakhadirannya membuat suasana kelompok lebih sehat. Yang parah adalah anggota haram. Kehadirannya meresahkan, tapi ketidakaktifannya membuat kelompok menjadi kondusif.

Sense of belonging itu juga ditandai dengan sikap kesediaan untuk berbeda di kelompok anda. Termasuk kesediaan untuk menerima anggota yang berbeda latar belakang dengan anda. Kita sering menyebutnya sebagai sifat inklusif. Jadi jiwa inklusif itu mencegah egoisme diri sampai egoisme kelompok atau sektoral.

Kunci rasa memiliki itu bukan hanya perasaan dirinya sendiri yang memiliki, tetapi mengajak orang lain untuk ikut merasakan apa yang dirasakannya. Bila yang terjadi sifat eksklusif, maka tidak mungkin kelompok atau organisasi itu akan bertahan. Eksklusivisme adalah kontributor utama munculnya kerapuhan dari hidup bersama.

Jadi ciri utama dari rasa memiliki adalah apa yang tampak sebaliknya, tidak ingin memiliki. Tanda yang pasti dari orang yang punya rasa memiliki suka merangkul bukan memukul. Gejala menonjol dari orang yang punya rasa memiliki, suka mengundang bukan menendang. Dan prinsip utama orang dengan rasa memiliki yang tinggi, “kalau bukan kita siapa lagi.”

Kata ganti yang sering digunakan bagi yang memiliki sense of belonging yang tinggi adalah “kita” dibanding “saya, kamu, ataupun kami”. Dalam hal ini, saya setuju dengan cara orang Makassar menggunakan kata “kita” sekalipun menunjuk ke “anda” saat bertanya. “Apakah dia suami kita?”

Oleh: Hamdan Juhannis
Rektor UIN Alauddin

Comment