Sinergi BPJS Ketenagakerjaan, Kejati, dan Pemprov Sulsel Dorong Perlindungan Pekerja hingga ke Daerah

MEDIAWARTA, MAKASSAR — Tiga lembaga strategis di Sulawesi Selatan, yakni BPJS Ketenagakerjaan, Kejaksaan Tinggi (Kejati), dan Pemerintah Provinsi Sulsel, menyatukan langkah untuk mempercepat tercapainya Universal Coverage Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (UCJ) di seluruh wilayah Sulsel.

Kolaborasi tersebut ditegaskan dalam forum monitoring dan evaluasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021, yang dilaksanakan di Hotel Claro Makassar, Kamis (10/7/2025). Acara ini dihadiri para kepala daerah, jajaran BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Sulawesi Maluku, serta unsur Kejati dan Dinas Tenaga Kerja Sulsel.

Kepala Kejati Sulsel, Agus Salim, menekankan bahwa perlindungan tenaga kerja, baik ASN maupun non-ASN, harus dipercepat. Ia menyebut Kejati memainkan peran penting sebagai Ketua Forum Kepatuhan Ketenagakerjaan, termasuk dalam pengawasan pelaksanaan program jaminan sosial.

“Kerja sama ini adalah momentum tepat bagi pemerintah daerah untuk segera mendaftarkan seluruh pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Ini bukan hanya kewajiban regulasi, tapi juga amanat kemanusiaan,” ujar Agus.

Agus juga mengungkapkan bahwa hingga kini cakupan perlindungan baru mencapai 47 persen dari total pekerja di Sulsel, dan masih diperlukan akselerasi untuk memenuhi target nasional sejalan dengan visi Presiden Prabowo yang menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen.

Sementara itu, Kepala BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Sulama, Mintje Wattu, menjelaskan bahwa dari 2,8 juta potensi pekerja, baru 1,327 juta yang aktif sebagai peserta. Target tahun ini adalah mencapai 1,76 juta peserta, atau setara 62,93 persen dari total potensi sesuai RPJPD Sulsel.

“Beberapa kabupaten sudah progresif, seperti Toraja dengan cakupan 70 persen, dan Makassar di angka 53 persen. Namun masih ada daerah seperti Takalar yang baru menyentuh 26 persen,” jelasnya.

Mintje turut mengapresiasi kontribusi Kejati Sulsel yang telah membantu pemulihan iuran peserta melalui mekanisme Surat Kuasa Khusus (SKK), dengan capaian pemulihan Rp5,9 miliar pada 2024, dan Rp204 juta di paruh pertama 2025.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel, Jayadi Nas, dalam kesempatan yang sama, menegaskan bahwa jaminan sosial tenaga kerja adalah instrumen perlindungan sosial penting, terutama bagi pekerja rentan dan non-ASN yang kerap luput dari perhatian.

“Pekerja adalah pilar pembangunan. Memberikan perlindungan jaminan sosial bukan hanya soal administrasi, tetapi soal tanggung jawab sosial kita sebagai negara,” tegas Jayadi.

Ia juga menyampaikan bahwa Pemprov Sulsel saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait jaminan sosial ketenagakerjaan, sembari terus menerapkan Pergub No. 34 Tahun 2014 yang mensyaratkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sebagai syarat izin usaha.

Forum ini menjadi langkah strategis dalam memperkuat sinergi antar-instansi untuk mempercepat kepesertaan jaminan sosial. Melalui kolaborasi yang solid, perlindungan pekerja di Sulawesi Selatan ditargetkan tidak hanya menyentuh angka statistik, tetapi menjadi kenyataan yang memberi dampak nyata dalam mengurangi kemiskinan, kerentanan ekonomi, dan risiko sosial lainnya.

Comment