Perambahan di Kawasan PPKH Kehutanan, Siap-siap Sanksi Pidana Hingga Perdata Menanti

MEDIAWARTA, MAKASSAR — Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) Wilayah Sulawesi memperingatkan seluruh pemegang izin IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) untuk lebih aktif dalam menjaga wilayah konsesinya dari tindakan perambahan hutan dan pembalakan liar.

Kepala Gakkum Sulawesi, Ali Bahri, menyampaikan bahwa tanggung jawab perlindungan kawasan hutan yang telah diberikan izin kepada perusahaan bukan semata tugas pemerintah. Ia menegaskan, jika upaya pengamanan internal telah dilakukan, perusahaan wajib melaporkan tindakan pelanggaran ke aparat hukum guna ditindaklanjuti.

“Pemegang IPPKH harus menjalankan kewajibannya untuk menjaga kawasan. Bila ditemukan aktivitas ilegal dan sudah dilakukan pencegahan namun tetap dilanggar, segera laporkan agar kami bisa ambil langkah penegakan hukum,” ujarnya, Kamis (10/7/2025).

Sorotan ini mencuat seiring munculnya kembali perambahan liar di kawasan konsesi, termasuk yang terekam dalam video viral di wilayah PT Vale Indonesia, Luwu Timur. Sejumlah warga diduga membuka lahan secara ilegal untuk budidaya merica, yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dan konflik hukum.

Ali Bahri menambahkan, pembalakan liar masih menjadi penyebab utama kerusakan hutan dan memperburuk dampak bencana seperti banjir yang melanda sejumlah daerah di Sulsel, termasuk Bulukumba, Sinjai, dan Bantaeng dalam beberapa waktu terakhir.

Gakkum Tegas Awasi Aktivitas di Luar Area IPPKH

Tak hanya masyarakat, Gakkum Sulawesi juga mengingatkan perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) agar tidak melakukan aktivitas eksploitasi di luar batas IPPKH yang ditetapkan. Bila terbukti melanggar, tindakan hukum akan dijatuhkan tanpa kompromi.

“Kami akan terus mengawasi. Bila ada perusahaan yang beroperasi di luar area IPPKH yang diatur Menteri Kehutanan, kami tak segan menindak sesuai hukum,” tegas Ali.

Selama 2025, Gakkum Sulawesi telah menangani tiga kasus kehutanan yang masuk tahap P21 dan menyerahkannya ke aparat penegak hukum. Delapan kasus lain masih dalam proses penyidikan, tersebar di Gorontalo dan Sulawesi Tengah.

Ali menjelaskan bahwa sanksi atas perusakan hutan berlaku bagi siapa pun, baik individu maupun korporasi. Bagi perorangan, pelanggaran dikenakan sanksi pidana berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang telah diperbarui melalui UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023. Sementara perusahaan bisa dikenai sanksi administratif, perdata, hingga pidana.

Peran Masyarakat Diperlukan dalam Pencegahan

Gakkum juga mendorong partisipasi masyarakat untuk turut serta dalam mengawasi hutan dari praktik ilegal. Masyarakat diharapkan aktif melaporkan jika menemukan perambahan atau pembalakan liar di kawasan hutan, baik di wilayah umum maupun konsesi perusahaan.

“Undang-Undang memberikan ruang bagi warga untuk melaporkan tindakan perusakan hutan. Ini bentuk keterlibatan masyarakat dalam menjaga lingkungan,” ujar Ali, merujuk pada UU Nomor 18 Tahun 2013 dan UU Nomor 32 Tahun 2024.

Ia menutup pernyataannya dengan ajakan agar seluruh elemen masyarakat dan korporasi bekerja sama mencegah kerusakan hutan.

“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Pelestarian hutan membutuhkan dukungan semua pihak, termasuk pelaku usaha dan warga sekitar kawasan,” pungkasnya.

Comment