MEDIAWARTA.COM, MAKASSAR – Hasil survei yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beberapa waktu lalu, mencatat secara industri sektor perbankan masih mendominasi tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia.
Kendati demikian, secara umum tingkat literasi keuangan di Indonesia masih tergolong rendah. Pasalnya, jika dibandingkan negara-negara tetangga seperti di Singapura dan Malaysia, baru sekitar 21,84 persen masyarakat yang benar-benar paham mengenai Lembaga Jasa Keuangan (LJK).
Hal tersebut diungkapkan Kepala OJK Regional 6 Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua), Bambang Kiswono, saat ditemui belum lama ini ditemui di Kantor OJK, Jalan Sultan Hasanuddin, Makassar.
“Rendahnya tingkat literasi keuangan, berdampak pada tingkat penggunaan jasa keuangan di Indonesia. Penggunaan produk dan layanan untuk sektor pasar modal dan industri keuangan nonbank seperti asuransi, pembiayaann dana pensiun, dan lembaga jasa keuangan lainnya masih di bawah 15 persen,” bebernya.
Rendahnya tingkat literasi keuangan ini menjadi pemicu OJK untuk mengedukasi dan memberikan perlindungan bagi konsumen. “Tujuan edukasi dan perlindungan konsumen ini kami lakukan, agar kondisi tingkat literasi dan aktivitas di sektor keuangan dapat menjadi lebih baik ke depannya,” papar Bambang.
Menurutnya, Sulawesi khususnya Makassar, menjadi daerah dengan tantangan tersendiri bagi pihaknya untuk mensosialisasikan pemahaman terkait industri keuangan.
“Saat ini, Sulsel memiliki 52 korporasi bank dan 304 nonbank. Ini menempati angka 17 persen dari masyarakatnya yang masih minim memahami literasi keuangan. Sementara, di tingkat nasional angkanya hanya sekitar 20 persen,” imbuh Bambang.
Dijabarkan, hal tersebut mencerminkan tantangan yang harus bisa diatasi OJK. “Untuk itu, kami bekerja sama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel, intensif berinteraksi dengan semua stakeholders untuk lebih menggenjot akses keuangan. Ini supaya akses keuangan dapat lebih luas dan merata ke penjuru desa, dusun, dan perkampungan yang sulit dijangkau. Banyak program yang sudah kami rancang agar bisa memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut,” ulasnya.
Bambang cukup optimis apa yang ingin dicapai pihaknya dapat terealisasi. Apalagi, pertumbuhan ekonomi Sulsel jauh lebih tinggi dibandingkan nasional, yaitu 7,15 persen dibanding nasional yang hanya 4,79 persen.
“Ini juga yang membuktikan perputaran roda keuangan (nasional) bertumpu pada Sulsel. Sulsel sendiri saat ini bisa membawa wilayah KTI menjadi salah satu pusat ekonomi Asean,” ujarnya.
Untuk itu, pihaknya berharap akses keuangan ke depannya bisa lebih meluas di Sulsel, dengan proyeksi pertumbuhan dua digit pada angka 16 persen, jauh lebih tinggi dibanding nasional yang hanya sembilan persen di tahun-tahun mendatang.
“Oleh karena itu, kami sangat membutuhkan dukungan dari semua stakeholders, terutama untuk menggalakkan industri keuangan yang lebih optimal. Ini untuk menopang pembangunan ekonomi Sulsel,” tutup Bambang.
Comment