Jejak Tionghoa di Makassar, Peranakan yang Tak Pandai Bahasa Mandarin

MEDIAWARTA.COM, MAKASSAR – Tionghoa peranakan hadir lebih dulu ketimbang Tionghoa totok. Ini lantaran kaum wanita Tionghoa baru datang belakangan. Perkembangan Tionghoa peranakan lebih pesat dari Tionghoa totok, mereka bahkan membentuk kelompok tersendiri. Budaya mereka adalah perpaduan antara budaya Tionghoa dengan budaya lokal. Banyak kebiasaan mereka yang dipengaruhi kebiasaan masyarakat lokal seperti adat istiadat dalam perkawinan.

Sebagian besar Tionghoa peranakan ini sudah tidak bisa berbahasa Mandarin lagi. Mereka lahir dan besar di Indonesia dan tidak pernah menengok tanah leluhur mereka di Tiongkok. Orang-orang Tionghoa peranakan lebih gampang diterima masyarakat lokal karena memang mereka sudah banyak terpengaruh budaya lokal, berbeda dengan Tionghoa totok yang cenderung lebih eksklusif dan menjaga pergaulan hanya dengan sesama orang Tionghoa.

Perpaduan budaya yang berlangsung selama ratusan tahun ini tidak selamanya berjalan mulus. Bagaimanapun lekatnya kaum Tionghoa (utamanya peranakan) dengan masyarakat lokal, persinggungan tetap ada. Beberapa kejadian begitu membekas dalam ingatan warga keturunan ketika mereka harus menjadi korban amuk massa hanya karena perbuatan salah satu dari mereka.

Kadang kita memang tidak sadar, meski berbeda dari segi tampilan fisik tetapi mereka sudah menjadi bagian penting dalam sejarah panjang bangsa ini. Di Makassar sendiri, mereka termasuk orang-orang pertama yang datang dan bergabung dengan penduduk asli, jauh sebelum orang-orang Bugis atau suku dari Nusantara lainnya datang ke Kota Makassar.

Novianti/Foto: Effendy Wongso

 

Comment