MEDIAWARTA.COM, MAKASSAR – Kopi selalu mendapat tempat di hati para penggemarnya. Bukan saja pada cita rasa dan aromanya yang khas, akan tetapi keterikatan psikologis terhadap komunalitas, baik sekadar kongko maupun keterlibatan emosional individu terhadap suasana warung kopinya yang terbilang klasik.
Adalah Warung Kopi (Warkop) Phoenam, didirikan sejak 1946, warkop ini telah menjadi salah satu ikon kuliner di Makassar. Bagi masyarakat penikmat kopi kelas menengah atas, Warkop Phoenam pasti tidak asing lagi. Warkop yang dirintis dari sebuah jalan kecil, tak jauh dari Pelabuhan Makassar ini kini mulai merambah Nusantara lantaran memiliki konsumen fanatik.
Saat ini, Phoenam dijalankan generasi kedua dari pendirinya yang bernama Liong Thay Hiong. Meskipun sudah generasi kedua, namun cita rasa kopi di Phoenam tetap sama dan tidak berubah. Penerusnya kini juga masih konsisten terhadap cara meracik kopi dengan cara tradisional. Tentu saja ini dilakukan demi mempertahankan eksistensi aroma kopi yang khas klasik.
Dulu, ketika memulai bisnis warkopnya, Liong Thay Hiong didampingi dua orang kerabat dekat dan seorang pamannya yang berpendidikan tinggi bernama Prof Dr Tae Pen Liong. Dengan jiwa kewirausahaan, sang paman memberi nama warkop tersebut Phoe Nam.
“Phoenam berasal dari bahasa Mandarin yang artinya terminal atau tempat transit di selatan. Belakangan, untuk memudahkan pengucapannya dua kosa kata disatukan menjadi Phoenam,” jelas Albert, generasi kedua Warkop Phoenam saat disambangi beberapa waktu lalu di warkopnya, Jalan Jampea, Makassar.
“Nama Phoenam telah dipatenkan sejak 2006, sehingga di manapun bila Anda menemukan warkop yang menggunakan nama ini, pasti berkaitan dengan Warkop Phoenam yang kini berpusat di Jalan Jampea, kawasan Pecinan di Makassar,” ungkap Albert.
Menurutnya, dari dulu hingga sekarang sajian kopi Warkop Phoenam tak pernah berubah. Mereka mempertahankan kekhasannya, citarasa, dan cara penyajiannya. “Terus terang, kami tidak mau latah mengikuti tren penyajian warkop atau kafe modern.”
Rahasia kekhasan kopi di Phoenam, aku Albert, terletak pada jenis kopi yang digunakan, yang merupakan campuran berbagai macam kopi dengan aroma yang berbeda. “Peracikan kopi di Phoenam masih menerapkan cara-cara tradisional.”
Kelebihan cara tradisional, beber Albert, lantaran rasa kopi versinya bisa diracik sesuai keinginan konsumen, sesuatu yang mustahil dilakukan jika menggunakan cara-cara modern yang patronis. Selain itu, rahasia kenikmatannya adalah jenis air seduhannya. “Kopi kami diseduh bukan dengan air panas saja, namun menggunakan air sari kopi, yang telah disiapkan pada subuh hari sebelumnya. Inilah yang menghasilkan kopi dengan cita rasa yang tinggi.”
Dengan segala kelebihannya Warkop Phoenam kini memiliki cabang di mana-mana, dan mulai merambah Nusantara. Di Makassar sendiri dapat ditemukan di beberapa titik, di antaranya Jalan Jampea, Kawasan Bumi Tamalanrea Permai (BTP), Jalan Boulevard Raya, dan Jalan Sam Ratulangi. Di luar Makassar, Phoenam dapat ditemukan di Mamuju, Surabaya, Bandung, dan Jakarta.
Effendy Wongso/Foto: Istimewa
Comment