MEDIAWARTA,- Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi kembali mempertegas komitmennya dalam membangun budaya kepatuhan hukum dan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG). Komitmen ini diwujudkan melalui pelaksanaan Legal Preventive Program (LPP) 2025 yang digelar di Hotel Rinra Makassar, Rabu (15/5).
Menghadirkan dua narasumber nasional yang berkompeten di bidang hukum korporasi dan keuangan negara, kegiatan ini membahas penerapan Business Judgement Rule (BJR) serta mitigasi risiko hukum dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya pasca pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Dalam sesi pertama, Prof. Dr. Sulistiowati, S.H., M.Hum., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, menjelaskan bahwa setiap keputusan bisnis yang diambil manajemen selalu mengandung risiko. Namun, tidak semua risiko yang menimbulkan kerugian dapat serta-merta dikategorikan sebagai kesalahan hukum.
“Business Judgement Rule melindungi direksi dan komisaris sepanjang keputusan diambil dengan itikad baik, berdasarkan informasi yang memadai, tanpa benturan kepentingan, dan demi kepentingan terbaik perusahaan. Risiko kerugian yang muncul dalam praktik bisnis yang wajar adalah bagian dari dinamika usaha, bukan pelanggaran hukum,” jelas Prof. Sulistiowati.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa BJR bukan berarti kekebalan absolut. “Jika ditemukan itikad buruk, penyalahgunaan kewenangan, atau kepentingan pribadi yang tidak sah, maka pelaku tetap dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum,” tambahnya. Prof. Sulistiowati juga menekankan pentingnya budaya diskusi terbuka dan akuntabel dalam setiap pengambilan keputusan strategis sebagai langkah mitigasi hukum yang efektif.
Pada sesi berikutnya, Muhibuddin, S.H., M.H., Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh dan pernah menjabat Chief Legal Counsel PT Pertamina (Persero) 2021–2022, menyampaikan bahwa pengelolaan BUMN harus selalu dilakukan dalam koridor hukum dan prinsip GCG.
“Setiap kebijakan bisnis harus dipastikan tidak menyimpang dari ketentuan hukum. Pelanggaran tidak hanya berisiko pada korporasi, tetapi juga dapat berdampak pada pertanggungjawaban pribadi pengambil keputusan,” tegasnya.
Muhibuddin menambahkan bahwa fungsi legal harus ditempatkan sebagai mitra strategis sejak tahap perencanaan hingga eksekusi bisnis. “Legal harus menjadi business partner, bukan sekadar pengendali di akhir proses. Keterlibatan sejak awal akan meminimalkan potensi risiko hukum,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa meskipun BUMN merupakan badan hukum privat, negara tetap berkepentingan untuk memastikan pengelolaan yang profesional, bertanggung jawab, dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Wawan Ari Isyadi, selaku Area Manager Legal Counsel Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, menegaskan bahwa Legal Preventive Program ini menjadi forum penting untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapan hukum di seluruh lini organisasi.
“Kami mendorong seluruh fungsi untuk melibatkan fungsi legal dalam setiap proses bisnis guna memastikan kepatuhan dan mengurangi risiko hukum yang dapat merugikan perusahaan. Legal adalah mitra strategis, bukan sekadar pelengkap,” ujarnya.
Senada dengan itu, Fahrougi Andriani Sumampouw, Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, menambahkan bahwa kegiatan ini juga mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada aspek penguatan institusi yang akuntabel dan transparan.
“Legal Preventive Program ini menjadi wujud nyata komitmen Pertamina Patra Niaga Sulawesi dalam membangun tata kelola perusahaan yang profesional, beretika, dan berkelanjutan,” pungkas Fahrougi.
Pertamina Patra Niaga Sulawesi berkomitmen untuk terus melanjutkan berbagai program penguatan tata kelola dan kepatuhan hukum guna memastikan seluruh proses bisnis berjalan secara profesional, akuntabel, dan memberikan manfaat optimal bagi bangsa dan negara.
Comment