Konten Positif Membangun Masyarakat Digital yang Beretika

MEDIAWARTA.COM, BONE – Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo, dilaksanakan secara virtual pada 17 November 2021 di Bone, Sulawesi Selatan. Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi. Adapun tema kali ini adalah “Jadi Pembuat Konten yang Hits dan Berfaedah”.

Program kali ini menghadirkan empat narasumber yang terdiri dari Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung Tati, Kreator Konten Eryvia Maronie, Peneliti sekaligus Pegiat Literasi Budaya dan Sosial Badruzzaman, serta Public Speaking Coach dan Co-Founder Kelas Bebas Bicara Indry Wijaya. Adapun yang bertindak sebagai moderator adalah Humaerah. 

Acara dimulai dengan sambutan berupa video dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang menyalurkan semangat literasi digital untuk kemajuan bangsa. Selanjutnya, sesi pemaparan dibuka oleh Tati yang membawakan materi kecakapan digital bertema “Menyambut Generasi Alfa, Peluang dan Tantangan Keterampilan Digital”. Generasi Alfa sejak lahir sudah hidup dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, sehingga mereka paling transformatif, terbuka untuk belajar, serta adaptif. Tantangannya, dibentuk di era individualisasi dan kustomisasi, pekerjaan di masa depan tidak hanya dari perubahan teknologi namun juga demografis. “Maka keterampilan yang diperlukan generasi ini antara lain keterampilan berpikir kritis, komunikasi, kepemimpinan, kemampuan adaptasi, inovasi, produktivitas dan akuntabilitas, kewarganegaraan global, jiwa wirausaha, dan menganalisis informasi,” jelas Tati.

Berikutnya, Eryvia Maronie menyampaikan materi etika digital berjudul “Memahami Multikulturalisme dalam Ruang Digital”. Masyarakat multikultural berarti majemuk dalam sistem kepercayaan, kemasyarakatan, pengetahuan, komunikasi, mata pencaharian, teknologi, dan seni. Diperlukan moderasi dalam masyarakat multikultural, yang berarti punya cara pandang kebangsaan yang luas, toleransi, anti kekerasan, dan akomodasi kearifan budaya. “Menghargai orang lain dilakukan dengan tidak mengomentari seseorang berdasarkan etnis, kepercayaan, agama, atau kondisi fisik. Hargai pendapat orang lain dengan memberikan dukungan. Jika ingin menyanggah, lakukan secara bijak, sopan, dan santun,” kata Eryvia.

Sebagai pemateri ketiga, Badruzzaman membawakan tema budaya digital tentang “Konten Digital: Apa yang Boleh dan Tidak Boleh”. Ia mengungkapkan, berdasarkan riset Microsoft DCI 2020, Indonesia menjadi negara dengan warganet paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Dalam dunia digital, perhatikan rambu-rambu hukum dan etikanya, termasuk dalam membuat konten. “Yang boleh dilakukan adalah menyebar konten positif dan kreatif, sabar, menjaga emosi, dan menghindari perdebatan panjang. Hindari emosi dan berkata kasar, menyerang pribadi, menghakimi dan memojokkan, menyerang akun pesaing, serta sengaja mengeroyok netizen lain atau melakukan perundungan siber,” jelasnya.

Adapun Indry Wijaya, sebagai pemateri terakhir, menyampaikan tema keamanan digital mengenai “Menganalisis Kasus Cyberbullying dan Cara Menghentikannya”. Ia memberikan contoh kasus perundungan siber, seperti mengirim foto orang tanpa izin, menyebar berita bohong, mengirim pesan bernada ancaman, hingga mengatasnamakan orang lain dalam menyebar pesan jahat. Jika menjadi korban perundungan siber, ceritakan pada orang terdekat, blokir akun media pelaku, laporkan pada pihak berwajib, batasi kolom komentar, dan aktifkan mode privasi akun. “Hukuman bagi pelaku perundungan siber sesuai UU ITE adalah pidana paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp750 juta,” pungkasnya.

Selanjutnya, moderator membuka sesi tanya jawab yang disambut meriah oleh para peserta. Selain bisa bertanya langsung kepada para narasumber, peserta juga berkesempatan memperoleh uang elektronik masing-masing senilai Rp100.000 bagi 10 penanya terpilih. 

Comment