MEDIAWARTA.COM – Rasanya di antara kita pernah mendengar atau bahkan membicarakan masalah Feng Shui. Pada era 1980 dan 1990-an, Feng Shui yang bermuasal dari peradaban kuno Tiongkok, mulai banyak diminati dan dipelajari kembali. Harus diakui, keberadaan Feng Shui ternyata cukup berpengaruh, khususnya dalam kehidupan orang Tionghoa (Hua Ren) dan terbawa sampai di zaman modern ini.
Feng shui adalah ilmu topografi kuno dari Tiongkok yang mempercayai bagaimana manusia, surga (astronomi), serta bumi (geografi), hidup dalam harmoni untuk membantu memperbaiki hidup dengan menerima Qi positif. Qi terdapat di alam sebagai energi yang tidak terlihat. Qi baik disebut juga napas kosmik naga, jenis Qi ini dipercaya sebagai pembawa rezeki dan nasib baik. Namun, ada pula Qi buruk yang disebut Sha Qi pembawa nasib buruk.
Walaupun tak sekuat di Asia, terbukti dunia Barat kini mulai memasukkan aspek-aspek pertimbangan Feng Shui dalam rencana penataan ruangan yang dibuat. Bahkan, sekarang banyak kalangan arsitek mulai mempelajari dan menggunakan Feng Shui dalam rencana dan pembuatan desain.
Sekarang ini sudah banyak buku mengenai Feng Shui beredar di pasaran, yang hampir semuanya membahas rumah atau bangunan. Sudah sulit mencari buku tentang Feng Shui kuburan, dan kalaupun ada isinya sangat terbatas serta tak mendetail. Memang di zaman modern ini, Feng Shui rumah atau bangunan dirasa lebih logis ketimbang Feng Shui kuburan yang hanya merupakan warisan kebudayaan yang sudah melamur. Padahal, sesungguhnya ilmu Feng Shui meliputi dua aspek, kuburan dan rumah atau bangunan.
Pentingnya tata letak ruang serta segala pernik-perniknya sudah menjadi hal yang dipelajari secara khusus hampir semua bangsa sejak awal peradaban dunia. Konstruksi dan penataan serta arsitektural bangunan-bangunan kala itu, merupakan perpaduan teknologi dan seni yang tinggi.
Hal itu dapat dilihat dari peninggalan bangunan kuno yang masih ada sampai sekarang. Setiap kebudayaan yang berkembang pada saat itu, memiliki karakter serta ciri khas yang merupakan refleksi dari napas kehidupan bangsa tersebut, sekaligus merupakan pondasi kebudayaan modernnya.
Salah satu kebudayaan tertua di dunia adalah kebudayaan Tionghoa, yang sangat kuat dipengaruhi ajaran Tao dan Khonghucu. Perkembangan peradaban yang pesat dimulai ribuan tahun sebelum masehi, melahirkan terciptanya berbagai penemuan awal di segala bidang penghidupan. Pada kurun waktu antara tahun 2000 SM hingga tahun 1000 SM, bangsa Tiongkok kuno telah mengenal dunia kedokteran, ilmu ketatanegaraan, astronomi, ekonomi, serta teknologi. Di antaranya adalah terciptanya metodologi peramalan serta analisis tata letak ruang yang dikenal dengan nama Feng Shui.
Diperkirakan, ilmu Feng Shui ini adalah perkembangan dari konsep naskah I Ching yang disusun sebagai buku pegangan peramalan pada saat itu. Harfiah Feng Shui sendiri berasal dari gabungan kata Feng yang berarti angin (arah) dan Shui yang berarti air (tempat). Jika dianalisis dari kata Feng Shui, maka kemungkinan besar ilmu ini sudah ada dan berkembang bahkan sebelum bangsa Tiongkok kuno mengenal kompas, penentuan kondisi suatu tempat yang baik pada mulanya hanya melihat perpaduan unsur air dan angin.
Berkembang pesatnya Tao pada saat itu, menumbuhkan berbagai bidang ilmu Tao yang salah satunya adalah Feng Shui. Feng Shui berkonsep pada penalaran yang sangat logis dan ilmiah. Konon ilmu peramalan ini sangat dipercaya kaisar-kaisar Tiongkok, sehingga para ahlinya dijadikan penasihat kerajaan.
Ahli peramalan pada saat itu merupakan jabatan yang penting karena dipercaya memiliki kekuatan supranatural dan mengetahui rahasia alam. Untuk melindungi posisi ini, ilmu peramalan tidak diajarkan secara luas dan hanya diajarkan secara turun-temurun.
Effendy Wongso/Foto: Istimewa
Comment