Dunia Kecil di Belakang Rumahku

Ilustrasi cerpen Dunia Kecil di Belakang Rumahku. (Foto: Effendy Wongso)

“Baju ini….”

“Baju itu untukmu, Zul!”

“Tapi….”

“Titik!”

Helen meletakkan telunjuknya persis di tengah pelepah bibir gadis cilik dekil itu. Gadis cilik itu melepaskan pelukannya. Sepasang matanya masih membola.

“Tapi, Kak….”

“Hop dengan tapi-tapianmu itu, Zul! Pokoknya, baju itu harus kamu terima. Jangan pikir Kak Helen mau memulangkan kembali baju-baju itu ke mal karena kamu tolak.”

“Terima kasih, Kak Helen!”

Helen mengangguk.

“Tapi, apakah Papa-Mama Kak Helen tidak marah?”

“Baju itu tidak berarti buat mereka. Jadi untuk apa marah?”

“Tapi, Pak Nurdin….”

Helen menghela napas. Nama yang dimaksud gadis cilik itu pasti kepala satpam depan gerbang. Selama ini lelaki berkumis tebal itulah yang selalu menggebah keinginan kabur sesaatnya dari rumah. Hei, lelaki itu seperti punya bakat menjadi sekuriti profesional. Padahal, bukan sekali-dua dia mengatur siasat rapi untuk melarikan diri. Pakai segala cara yang dilatahnya dari Charlie Angels-nya Cameron Diaz-Drew Barrymore-Lucy Liu!

“Nurdin sok galak. Tapi, jangan kuatir. Dia sudah Kak Helen jinakkan!”

“Hihihi. Memangnya herder ya, Kak?”

“Iya. Dia lebih galak dari herder.”

Gadis cilik itu kembali terkikik. Gigi susunya yang ompong sebiji tampak lucu di mata Helen. Heran. Ada keceriaan yang menyertai kesehariannya kini. Tidak seperti kalau di rumah. Bete. Meski dibanjiri fasilitas permainan, tapi rasanya selalu saja ada yang kurang. Sejak kehadiran Siti Zulaikhah dalam hari-harinya yang panjang dan melelahkan, dia seperti kembali menemukan dunianya yang hilang.

Sejak kematian Oma Selena, orangtua perempuan dari pihak Mamanya itu, keceriaan masa kanak-kanaknya seperti tersaput kabut. Dia tidak punya teman bermain lagi. Kedua orangtuanya terlalu sibuk dengan urusan bisnis. Nyaris tidak ada waktu untuk putri tunggalnya tersebut. Kasih sayang yang sebenar-benarnya tidak pernah dirasakannya meski sederet fasilitas mewah mewakili kealpaan mereka.

Pertemuannya dengan Siti Zulaikhah memang seperti obat penawar renjana. Pertemanan itu memupus kegersangan kasih sayang yang tidak didapatinya secara sempurna dari Papa dan Mamanya. Siti Zulaikhah hadir dalam hidupnya bukan sekadar teman. Namun lebih dari itu, dia merupakan sebuah anugerah dari langit!

Mengajarinya banyak hal tentang kehidupan lain di luar dari dunianya yang hangat dan nyaman. Sisi suram pergulatan hidup sebagian manusia memang telah terpapar dari sosok gadis kecil sahabatnya itu.

Dan dia memafhumi dunia lain itu.

Comment