Kamu Bukan Maling, Tatyana!

Epilog

Tak ada gading yang tak retak. Edwin menyadari hal itu pun berlaku untuk keluarga Romanov yang tergolong makmur dan harmonis. Mungkin ada benarnya perkataan Kak Riani tempo hari, batinnya. Secara langsung maupun tidak, orang tua merupakan faktor terpenting dalam perkembangan dan pertumbuhan kejiwaan sang anak.

Dan dia sudah melihat secara gamblang permasalahan yang kini menimpa Tatyana. Perhatian dan curahan kasih sayang yang berlebihan kepadanya malah menyebabkan dia menjadi gadis yang rapuh. Kurang percaya diri. Sebagai putri semata wayang, Tatyana mendapat perlakuan yang ekstra istimewa.

Tatyana tidak pernah diberi kesempatan untuk mengekspresikan keinginannya. Tatyana kecil selalu diawasi secara ketat. Tatyana tidak boleh manjat pohon karena nanti jatuh. Tatyana tidak boleh bersepeda karena nanti keserempet mobil. Tatyana tidak boleh berenang karena nanti tenggelam. Dan seribu satu macam larangan lainnya.

Dia merasa lemah. Dan suatu ketika dalam masa pertumbuhannya sebagai Tatyana remaja, gadis cantik blaster Ceko-Bugis itu pun salah mengekspresikan jati dirinya. Dia ingin dianggap. Bahwa dia juga hebat dan bisa berbuat banyak seperti gadis-gadis sebayanya.

Tapi sayang….

Ah. Edwin tidak ambil peduli pada praduga yang telah disimpulkannya. Sekarang, dia mesti  buru-buru ke rumah gadis itu. Menjelaskan segalanya. Bahwa, kleptomania bukan momok yang menakutkan. Mudah-mudahan gadis itu belum berangkat ke Bandara Sultan Hasanuddin.

Semalaman dia tidak dapat tidur. Dia sudah membulatkan tekadnya untuk membantu gadis itu memupuskan problematik kejiwaannya yang suram.

Ya, dia bertekad. Dia harus segera menyusul gadis itu. Selagi masih ada waktu….

Catatan:

Cerpen pernah dimuat di Majalah Kawanku, Jakarta pada 2001.

Comment