Kisah Hantu di Kapal Olive Maru

Kisah Hantu di Kapal Olive Maru
Oleh Effendy Wongso

MEDIAWARTA.COM – Sepi sesaat. Atmosfer keheningan mengambang sebentar, lalu berganti menjadi melodi yang mengaduk-aduk isi hati dalam syahdu birama solo piano di atas kapal Olive Maru (1). ‘Courante II Avec Deux Doubles’-nya Johann Sebastian Bach lembut membuai.

Irama klasik itu mengalun seiring laju lamat kapal. Deburan ombak yang menyapu lambung kapal seperti tarian gemulai para geisha (2), teriring denting indah hasil sentuhan jari-jari sang pianis pada tuts ebony and ivory Yamaha hitam mengkilap di ruang dansa kapal.

Reina Tanaka mengurai simpul hidung, menghirup udara baur dengan takzim. Ini merupakan perjalanan avonturirnya yang pertama. Sejenak ia terbebas dari kungkungan para sinshe (3) Dai Nippon di Tokyo sana. Butuh waktu semalam sebelum ia memutuskan untuk berangkat dengan kapal ini. Tiga temannya ikut. Ajima Kamasuki, Bunzo Aonuma, dan Yumi Matsutoya. Ketiga gadis bermata sipit itu memang seperti pitik. Mengakuri langkahnya kemana saja.

Satu jam berlalu. Udara masih menghembuskan lafaz yang sama. Bau asin dari partikel air laut masih pula menggenang di atas kapal. Puluhan tawa terdengar riuh, nyaring seperti denting kristal yang berisi sampanye. Tidak ada rutinitas yang sejenuh ini. Satu jam rasanya seperti seabad. Tapi penyesalan memang selalu datangnya terlambat.

Ini seperti kompensasi pelarian. Dan ketiga anak itu tidak ada yang berusaha menggebah keinginannya yang babur. Selalu saja begitu. Hingga ia terpaku dalam kapal dengan kapasitas penumpangnya yang lebih dari separo ternyata sudah berusia uzur. Kedinamisan tingkah remaja yang sekian tahun mengakrabi kesehariannya disaput dengan wajah-wajah tanpa energi. Lemah seperti baterai ponsel tanpa charge.

Gaun pesta Cinderela yang digunakannya seperti belenggu bebat. Ia tarik napas setiap kali melangkah. Sepasang sepatu hak tinggi menambah penderitaannya. Pesta ini seperti neraka!

“Rasanya, aku pingin melompat ke laut saja!”

“Jangan!” Yumi menyergah, kegamangannya mengukir tiga garis tipis pada dahi.

“Habis….”

“Ini ritual pesta. Kamu tidak dapat mengelak, Reina-chan. Sebab ini adalah sebentuk tiket, syarat untuk dapat berlayar dengan kapal kesohor Olive Maru ini….” Bunzo menimpali, menguraikan dalih serupa ode.

Namun satu kibasan tangan Reina melayang seinci di depan wajahnya. Membungkam kalimatnya yang belum finish. Gadis berambut mayang itu mendadak diam serupa arca. Tak berkutik dengan isyarat tangan tanpa kata-kata tadi. Cukup jelas menggambarkan kaIau gadis tomboi itu tidak bakal memafhumi penjelasannya barusan.

“Hei, kesohor kamu bilang?!”

Gadis berpipi montok itu mengangguk.

“Hei, jangan bilang kapal ini kesohor seperti Titanic yang akan menenggelamkan kita dalam lautan kejenuhan!”

“Tapi, Rei….”

“Kesohor apaan kalau suasananya mirip makam sunyi dengan seabrek penumpang tua yang berbaris anteng, persis antrean orang yang hendak mendaftar ke surga!”

Asal!

Ketiga sahabatnya terbahak. Reina Tanaka, anak tunggal dari sepasang pengusaha kaya itu memang bengal. Sifatnya yang superduper-aktif bikin banyak orang mengurut dada. Pembawaannya yang mbalelo kerap mencetuskan keputusan kontradiktif di pihak lain. Yang, tentu saja pada akhirnya dianggapnya sebagai tirai tiran pemasung kebebasannya. Tidak terkecuali untuk kedua orangtuanya. Juga beberapa guru sekolah dan guru kursus pribadinya.

Makanya, tanpa melalui seleksi di fitur wisata pada biro perjalanan umum, ia langsung mengambil keputusan untuk berlayar bersama kapal Olive Maru. Satu bulan masa vakansi merupakan paradais. Rutinitas satu semester bikin suntuk itu mesti digebahnya dengan bersenang-senang di Pulau Hokkaido. Di sana ia bakal menjumput buih-buih ombak yang bakal menggelitiki kakinya. Berenang dan berjemur badan di bawah sinar matahari pagi. Uh, menyenangkan sekali!

Namun belum apa-apa ia sudah mengumpat kesal seperti salah minum obat. Disesalinya keputusan untuk berlayar dengan kapal tua setengah rongsok ini, persis para penumpangnya yang mungkin setahun lagi sudah diungsikan ke panti wreda!

Comment