Mawar Tanpa Lara (Roses without Sadness)

EPILOG

Sore hari mereka tiba di Ayutthaya dan diantar turun dari perahu untuk menghanyutkan lampion-lampion mini bersumbu api ke tengah sungai malam nanti. Hal itu merupakan tradisi kebanyakan masyarakat indo-China memperingati beberapa hari kematian seseorang yang dikasihi. Lung Khakaor dan beberapa teman sekolah mereka menemani perjalanan ke Ayutthaya sejak siang tadi.

“Tidak ada ‘mawar tanpa lara’ itu, Erika.”

“Karena tidak ada seorang pun di dunia ini yang luput dari kematian.”

“Tapi….”

“Mimpi kamu itu adalah isyarat, Odija. Bahwa kematian merupakan hal yang pasti di dalam dunia ini. Tidak ada yang luput. Makanya, ‘mawar tanpa lara’ tidak pernah akan dapat kamu temui.”

“Ta-tapi….”

“Tawakallah. Biarlah Odina tenang di alam sana. Jangan mengganggunya lagi dengan kesedihanmu itu.”

“Ak-aku….”

“Odina pasti sudah bahagia di sana. Kalau dia tahu kamu kusut masai begini, dia bakal lebih sedih ketimbang kamu. Sudahlah. Kamu jangan sedih begitu, dong!”

Odija menggeleng pelan.

“Kamu tidak kehilangan apa-apa, kok. Aku ini juga saudara kamu, Odija. Meskipun aku nantinya kembali ke Jakarta, tapi bukan berarti kita bakal berpisah selama-lamanya, kan? Setiap hari kita bisa chatting dan berkirim surat via email. Eh, kalau ada jodoh kembali ke Bangkok, aku pasti bawa oleh-oleh cowok Indonesia untuk kamu. Oke?”

Odija tersenyum. Hatinya terasa lapang. Dirangkulnya Erika dengan airmata berlinang. Dan dia sadar, kehidupan tidak terlepas dari kematian. Itu merupakan ajal semua manusia.

Keterangan:

(1) Anjali = Sikap hormat dengan kedua belah telapak tangan bersidekap ke dada, salam khas Thailand.
(2) Bikkhu = Biksu, pendeta Buddha
(3) Sangha  = Kumpulan biksu yang terdiri dari lima orang atau lebih, ulama Buddha.
(4) Pali = Huruf India kuno pada kitab suci Tripitaka (Sanskerta), cikal-bakal bahasa Thai.
(5) Lung = Kakek.
(6) Wat = Vihara atau Kuil, tempat ibadah umat Buddha di Thailand.
(7) Bang Pa In = Istana musim panas milik raja di Ayutthaya, Bangkok.

Catatan:

Cerpen pernah dimuat di Majalah Gadis, Jakarta pada 2004.

Comment