Cinta dalam Sepiring Kangkung

Foto: Istimewa

Sewaktu menonton film pertama Mira tersebut, saya sudah menduga ia bakal menjadi bintang film terkenal. Dan tampaknya, dugaan saya itu tak terlalu melenceng jauh. Terbukti, ia masuk nominasi piala Citra, setara bintang-bintang film lainnya yang lebih dulu tampil di dunia layar perak.

Tanpa terasa, saya telah tiba di tempat tujuan. Saya mencocokkan alamat rumah Mira dengan data alamat rumah yang diberikan Bang Heri. Ternyata pas. Saya lantas memencet bel yang menempel pada pilar pagar tembok. Tak berapa lama, muncul seorang lelaki muda tergopoh-gopoh dari dalam rumah. Tampaknya seorang pembantu rumah atau mungkin tukang kebun. Pakaian yang dikenakannya cukup memberi kesan.

“Selamat sore. Apa betul ini rumah Mira Saraswati?” Saya bertanya.

“Benar, apa Mas mau ketemu dengan Mbak Mira?” jawab lelaki itu dari balik jeruji pagar.

“Ya, saya wartawan dari tabloid ‘Gossip Kita’. Tolong sampaikan pada Mbak Mira, saya mau wawancara. Kemarin kami sudah janji,” kata saya mengungkapkan maksud kedatangan. Lelaki itu manggut-manggut seraya membuka pintu lalu mempersilakan saya masuk.

Rumah Mira betul-betul mentereng. Megah dan mewah. Taman bunga yang asri terawat rapi, tampak segar dan menyejukkan. Rumah itu bertingkat dua dan bercat putih. Saya diminta duduk di serambi sementara lelaki muda tadi masuk memanggil Mira. Sekitar sepuluh menit kemudian, sosok Mira Saraswati muncul di depan saya. Ia memakai kaus oblong putih bertuliskan ‘Public Enemy’ dan jeans biru. Rambutnya yang sebahu terlihat basah, kelihatannya habis keramas. Saya terpukau sejenak. Mira memang sangat menawan. Belahan dagu dan dekik pipinya menambah manis penampilannya. Saya tiba-tiba merasa jatuh cinta pada pandangan pertama.

“Anda wartawan?” tanya Mira mengejutkan keterpesonaan saya. Saya gugup dan menelan ludah. Saya lalu berdiri dan mengulurkan tangan.

“Benar. Kenalkan, saya Firman, wartawan tabloid Gossip Kita” Saya memperkenalkan diri. Mira menyambut uluran tangan saya dengan hangat dan mempersilakan saya duduk kembali. Saya kemudian mengutarakan maksud kedatangan saya sekaligus memohon maaf atas kelancangan saya atas kebohongan: ‘Sudah janjian kemarin’.

Mira tersenyum. “Tak apa-apa, itu sudah lagu lama wartawan, saya sudah hapal itu. Nah, apa yang Anda mau tanyakan?” tanyanya seraya memperbaiki letak duduknya. Saya lantas mempersiapkan daftar pertanyaan yang telah diberikan Bang Heri pada saya.

“Anda rupanya bukan wartawan profesional," Mira mencibir.

“Kenapa?” Saya penasaran.

“Itu, Anda bawa daftar pertanyaan segala. Wartawan profesional tidak memerlukan itu bukan?” kata Mira mengajukan alasan. Ia tersenyum-senyum penuh kemenangan. Saya agak tersipu tapi kali ini sedikit tersinggung.

Comment