Cinta dalam Sepiring Kangkung

Foto: Istimewa

“Jadi Bang Firman masih mempersoalkan perbedaan-perbedaan, sementara tumis kangkung yang seenak ini dibuat hanya dengan kebiasaan dan keandalan meramu? Perbedaan-perbedaan dapat dipertemukan dengan membiasakan dan meracik keberagaman,” tutur Mira jernih.

Saya mengerutkan kening.

“Banyak hal yang perlu kita mengerti sebelum menyatakan untuk berbuat. Bang Firman perlu banyak belajar dari tumis kangkung itu,” lanjut Mira sembari tersenyum. Dia lalu berbalik dan melanjutkan pekerjaannya, mencuci piring.

Saya tercenung. Mira benar dan itu membuat saya merasa semakin tak ingin kehilangan dia. Sikap saya keliru selama ini. Saya mematikan rokok yang belum sempat saya isap di asbak, lalu berjalan ke arahnya.

“Mira,” panggil saya lirih.

Dia menoleh memandang saya. Parasnya yang jelita seperti bercahaya.

“Saya cinta kamu Mira Saraswati!”

“Saya juga cinta kamu Firman Agus,” sahut Mira malu-malu. Dia menunduk.

Saya lalu memegang bahunya. Mengalirkan keyakinan.

“Kamu mau bersamaku membangun kebiasaan dan meracik keberagaman?”

Mira mengangguk kencang-kencang.

“Kamu mau membuat tumis kangkung bersamaku, meramunya secara dashyat dan menikmatinya sepanjang hidup?”

Lagi-lagi Mira mengangguk kencang-kencang.

Kami lalu tertawa bersama.

Di luar, angin bersorak dan pohon akasia bertempik kegirangan.

***

Saya membuyarkan lamunan. Kini, saya dan Mira telah bersama-sama selama tiga tahun ‘membangun kebiasaan dan meracik keberagaman’ itu, tanpa ada perbedaan-perbedaan. Saya pun telah meninggalkan profesi sebagai wartawan, dan Mira telah menjadi istri yang setia mendampingi saya sebagai pemilik restoran ‘Tumis Kangkung’ paling terkemuka dan paling dashyat di negeri ini.

Biodata Penulis:

Amril Taufik Gobel, lahir di Makassar, 9 April 1970. Menamatkan kuliah di Fakultas Teknik Jurusan Mesin Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 1994. Semasa kuliah, sejak 1991-1998, sering menulis cerpen dan artikel untuk media cetak lokal di Makassar (Harian Fajar dan Pedoman Rakyat), maupun media cetak nasional (Femina, Harian Republika, Harian Suara Pembaruan). Dua antologi cerpennya yang berjudul “Seorang Pelacur dan Sopir Taksi” dan “Cinta dalam Sepiring Kangkung”, masing-masing telah diadaptasi menjadi sinetron Pintu Hidayah di RCTI. Sementara cerpen lain, “Biarkan Aku Mencintaimu dalam Sunyi”, “Email Terbuka Seorang Selingkuhan”, dan “Jatuh Cinta di Kilometer Dua Puluh Tiga” dimuat dalam buku antologi cerpen komunitas blogfam yang diterbitkan penerbit Gradien pada akhir 2006.

Comment