Ironi Biru Sania

Masalahnya sih biasa saja. Tapi tidak sesederhana yang dibayangkan banyak orang. Sebab, bagi Sania hal itu merupakan penghinaan terbesar yang pernah diterimanya. Kalimat guyon yang dilontarkan Aditya tadi di kelas, yang sebenarnya untuk memancing tawa dan menggebah kepenatan selepas ulangan bahasa Inggris tiba-tiba dapat menjadi biang perusak hubungannya dengan cowok yang sebenarnya ditaksirnya itu.

Kalimat itu seolah dengung nyamuk di telinganya. Mengganggu sekali.

“… kalau kamu sih, pantasnya jadi gadis sampul rusak untuk kategori hidung termancung ke dalam!”

Itu kalimat gurau yang diucapkan Aditya tadi menyusul keinginan Sania untuk coba-coba mengikuti perlombaan gadis sampul yang diselenggarakan majalah Gadis. Pendek. Tidak sepanjang tulisan cerpen yang disyaratkan majalah-majalah remaja. Tapi justru kalimat pendek itu menikam bagai belati, dan tertancap dalam-dalam di hati Sania. Hal itu membuncahkan kebencian yang amat sangat. Terhadap Aditya Prasetya, dan juga terhadap dirinya sendiri yang terlahir dengan hidung pesek!

Sania menatap wajahnya di cermin bufet. Rambutnya yang sebahu sudah tidak beraturan lagi. Kusut masai kayak benang layangan. Diperhatikannya semua yang menempel di mukanya. Tidak ada yang bagus. Tidak ada yang dapat dibanggakan. Tidak ada yang dapat diandalkan untuk menarik perhatian para coker alias cowok keren. Matanya sipit dengan kantung mata yang tebal. Pipinya tamben seperti bakpao. Bibirnya lebar seperti bibir Mandra. Dan, ini! Hidungnya mancung sekali, tapi ke dalam!

Airmatanya bergulir deras. Bibirnya bergetar menahan amarah yang meluap-luap. Tadi, setelah Aditya ‘meledek’nya begitu, dia langsung menyambar tas sekolahnya tanpa menghiraukan kalau masih ada satu mata pelajaran lagi sebelum bel pulang berdering.

Hatinya sakit. Harga dirinya tersinggung sampai pada level yang terendah. Aditya, teman sekelasnya yang paling akrab dengannya justru menghinanya. Mempermalukannya di depan teman-teman. Betapa tak berharganya dirinya. Ah, mengapa Sania Veronika Tandiono dilahirkan dengan muka buruk?! sesalnya, masih sesenggukan.

Comment