Ironi Biru Sania

Ironi Biru Sania
Oleh Effendy Wongso

MEDIAWARTA.COM – Sania menyetel I’ll Be There For You-nya The Moffatts kencang-kencang sampai tombol volume stereo set-nya nyaris mentok. Kebiasaan buruk yang sama sekali belum dapat dihilangkannya kalau lagi marah.

Bukan itu saja. Selusin pembantu yang tidak tahu-menahu persoalan, ikut kena getah kelakuannya yang minus tiga derajat di bawah nol. Semprotan makiannya yang lebih berbisa dari racunnya Poison Ivy dalam film Batman and Robin sempat menyengat kuping-kuping yang sebenarnya tidak bersalah.

Ada teriakan yang lebih pedas dari cabai rawit, yang segera disusul suara gesekan sandal di lantai marmer. Dan nampaklah wanita separo baya yang barusan dipanggil dengan suara sesember knalpot bajaj itu dengan napas tersengal-sengal membawa segelas air dingin.

“Air esnya mana?!”

Gumpalan amarah yang seperti kepundan punya putri semata wayang taipan Tuan Theodorus dan Nyonya Karina Tandiono memang bukan tanpa alasan. Meski hal itu pasti mengorbankan banyak orang yang tak berdosa.

Bik Sumi misalnya, atau Mang Syafei yang tampak sangar dengan sepasang aksesori alami, kumis tebal di atas bibirnya dan cambang lebat di dagunya.

Mulai dari muka gerbang tadi, Mang Syafei yang biasanya lebih galak dari herder ciut bukan kepalang tanggung kayak kerupuk melempem kesiram air.

Padahal, dia hanya terlambat buka pintu pagar sepersekian detik lebih lama dari bukaan rana kamera. Untung Mang Syafei cepat tanggap, tangkas membuka pintu pagar. Kalau tidak, bemper mulus Baby Bens S-Class kado ultahnya yang ketujuh belas dua bulan lalu dari Papi tersayang sudah mencium pintu pagar.

Kalau marah, Sania memang tidak pernah tanggung-tanggung. Dogie, peking imutnya pasti kena sepak tanpa alasan. Sofa beledu macan tutul yang jauh-jauh dibeli dari Zaire digabruk kiri kanan. Seperangkat kosmestik borju borongan dari negerinya Zizou dibanting ke lantai.

Agaknya amarah Sania yang kurang sehat itu perlu dikasih terapi sedini mungkin. Gejalanya sudah agak kronis. Mumpung belum terlambat, semuanya masih bisa diperbaiki.

Papi dan Mami bukannya tidak menyadari kesalahan laten mereka, kelewat memanjakan Sania. Tapi seiring bergulirnya roda waktu, siapa nyana gadis kecil itu sudah bertumbuh menjadi gadis remaja dengan emosi yang labil. Sekian belas tahun Sania dibuai fasilitas mewah sehingga menjadi jumawa….

“Sial!”

Di akhir kalimat sarkastis itu ada debum keras yang terdengar. Pasti anak itu mengurung diri dalam kamar. Tidak mau makan. Dan itu bikin kelimpungan seisi rumah.

Dari ruang bacanya, Papi yang sedari tadi diam-diam memperhatikan berdeham sebentar, melipat korannya lantas bangkit dari kursi malasnya. Liburan Sabtunya terganggu ulah putri tunggalnya.

Comment