Mawar Kecil di Sudut Hati

Sudah lima hari Tia terbaring di rumah sakit. Dan itu membuat Tia misuh-misuh seperti Nenek Cerewet. Tia merasa sehat-sehat saja. Tidak perlu sampai bermalam di kamar yang pengap dan berbau obat begini segala. Dia kan cuma sakit kepala. Minum obat yang dijual bebas di emperan juga bakal sembuh, kok!

Itu juga lantaran Papi-Mami yang kelewat prihatinan. Padahal, migrain kan bukan penyakit yang luar biasa dan perlu ditakutkan. Tapi, eh enak juga ya, kalau bisa begini terus. Soalnya Tia jadi pusat perhatian. Sampai hal-hal kecil diperhatikan. Tia mau apa? Tia perlu apa? Tia butuh apa? Gampang! Tinggal menjentikkan jari saja semua kebutuhan Tia bakal terpenuhi.

Lihatlah. Setumpuk buah-buahan dikemas dalam paket yang indah di atas meja. Di sampingnya ada dua bungkus biskuit. Juga permen kaleng dan sebuket mawar bertuliskan ‘Semoga Cepat Sembuh’. Ya, itu semua adalah hasil dari sikap peduli teman-teman dan, tentu saja Papi-Mami sendiri. Tia tersenyum. Dan merenggangkan persendian tubuhnya dengan menggeliat sebentar. Hm, segar rasanya tubuhnya setelah dia merasa telah tertidur cukup lama.

Iseng Tia menjawil sebuah apel. Kayaknya baru dipetik dari pohonnya. Dan itu menambah seleranya untuk mencicipi.

Kresss…. Baru juga Tia menggigit apel itu ketika Papi-Mami sudah berdiri di bingkai pintu. Sepasang senyuman manis menyambut tatapan riang mata bola Tia. Kresss, kresss. Tia kembali mengunyah apel.

“Bagaimana, Tia?” Mami menyambut Tia dengan sebuah kecupan di kening. Papi juga, tapi di pipi kanan Tia.

“Tia sehat kok, Mi. Lagi pula Tia sudah bosan di sini. Besok sudah boleh check-out kan, Mi?” pinta Tia gemas ke Mami. Lalu menoleh ke Papi. “Boleh ya, Pi?”

Papi mengerutkan dahi sebentar, lantas bilang, “Hm, bilangin ke dokter dulu, ya?”

Tia mengangguk, lalu mengangkat tinggi-tinggi jempolnya. “Siplah!” katanya dengan mimik jenaka.

Mami tiba-tiba menundukkan kepalanya. Diremas-remasnya jemarinya dengan dada sesak. Rasanya dia ingin menjerit histeris mengingat diagnosis dokter kemarin yang mengatakan, Tia positif mengidap….

“Lho, Mami kok nangis?” Tia menggebah lamunan Mami.

Mami mengangkat muka setelah buru-buru menghapus leleran air mata yang telah membasahi pipinya. “Tidak, tidak, Tia. Mami cuma kelilipan,” dustanya. “Eh, Mami ke toilet dulu, ya? Mau ngebersihin mata.” Mami pun melangkah dengan tergesa-gesa ke kamar kecil.

Papi hanya terdiam. Kesedihan perlahan menyelinap dan membangkitkan keharuan di dadanya. Ini adalah sebuah cobaan dari Tuhan untuknya! Dan dia bertekad untuk tegar menghadapinya.

“Eh, Tia. Tadi siang sewaktu kamu tertidur, Adel kemari menjengukmu. Dan dia ngasih kamu oleh-oleh buah-buahan.” Papi berkata, jelas untuk menghalau nelangsa yang mulai mewarnai suasana.

Comment