Mawar Kecil di Sudut Hati

Tia menangkap kedua tangan Papi, lalu dibawanya ke dalam genggamannya. “Papi tidak bersalah, Papi tidak bersalah,” lirihnya menghibur. “Tia yang bersalah, tidak mau menerima Lia!”

“Tia,” Papi memaksakan bibirnya bersuara, “kalau Papi menerima Adel, itu bukan lantaran Papi tidak sayang sama kamu lagi. Bukan Papi sengaja ingin menduakan kasih sayang Papi. Tidak, Tia! Papi lakukan semua itu karena tidak tahan melihat Adel menderita di usia yang masih muda begitu. Papi ingin menyekolahkannya supaya pintar seperti Tia. Adel sudah sangat menderita sejak Papa angkatnya meninggal. Papi kasihan sama Adel!”

Tia mengusap wajah.

“Sekarang, Papi-Mami tidak akan memaksamu untuk menerima Adel sebagai anggota keluarga kita. Papi pikir, mungkin inilah hukuman akibat kesalahan Papi-Mami yang memisahkan kalian sejak kecil,” sambung Papi berputus asa.

“Ja-jadi, Lia sudah tahu kalau Tia adalah kakak kandungnya, Pi?” gugup Tia bertanya akhirnya, setelah dicekam sesal dan rasa bersalah.

“Tidak, Tia.” Papi menggeleng. “Adel belum tahu, karena kami merasa tidak perlu mengungkapkannya lagi….”

“Ta-tadi, Lia datang membesukmu untuk yang terakhir kalinya, Tia,” bisik Mami serak sembari merengkuh pundak Tia ke dalam pelukannya. “Katanya, dia minta maaf kalau ada kesalahan yang pernah dia lakukan terhadap Tia. Dia berharap agar Tia tidak mendendam kepadanya. Katanya juga, dia sangat mencintai Tia. Dan dia bersyukur karena pernah memiliki seorang kakak seperti Tia!”

Air mata Tia berlinang deras. Tenggorokannya perih. Dadanya sesak. Keangkuhannya selama ini terhadap Adelia luruh dan sirna seketika. Jika kali ini dia menangis, itu bukan karena dia menangisi penyakitnya. Tapi dia menangis untuk Adelia, adik kandungnya yang ditolaknya sendiri!

“Pa-Papi! Mami!” Tia menjerit pilu. “Maafkan, Tia!” Lalu, dipeluknya erat sepasang tubuh tua yang berguncang di depannya. Dan mereka terisak bersama.

Tia mengusap air matanya. Dadanya sedikit lapang meski tak urung juga kegalauan menyesaki benaknya. Apakah Adelia mau memaafkannya? Tapi Tia yakin Adelia tidak mendendam. Dia baik, dan pasti mau menerimanya kembali.

Tak sadar Tia tersenyum. Ada setangkai mawar kecil yang merekah di sudut hatinya. Itulah yang dirasakannya kini. Dia bahagia. Bahagia membayangkan Papi-Mami akan segera mendapatkan penggantinya bila sudah tiada. Biar mereka tidak terlalu berlarut dalam kesedihan yang dalam.

Besok, dia sendiri akan mencari Adelia di kampung. Akan dipeluknya gadis mungil itu kuat-kuat, lalu menerima penuh kehadirannya sebagai seorang adik. Seorang adik yang akan mengisi hari-harinya yang tersisa.

Biodata Penulis:

Effendy Wongso, lahir di Bone, 13 Juni 1970. Cerpen-cerpennya tersebar hampir di seluruh majalah remaja nasional. Nominator Lomba Cipta Cerpen Remaja (LCCR) Anita Cemerlang empat tahun berturut-turut, sekaligus salah seorang pengarang paling produktif versi majalah Anita Cemerlang 1996 ini, pernah tercatat sebagai koresponden majalah Anita Cemerlang (1996-1998), pemimpin redaksi majalah Planet Pop (1999-2000), dan Redaktur Pelaksana di majalah Makassar Terkini (2008-2009).

Comment