Sejarah Dibalik Nama Jalan Datuk ri Bandang Makassar

MEDIAWARTA.COM – Nama Datuk ri Bandang sudah sangat dikenal masyarakat Makassar. Bahkan diabadikan sebagai nama salah satu jalan. Sia dia sebenarnya?

Inisiatif untuk mendatangkan ulama khusus ke Makassar, sudah ada sejak pertengahan abad XVI, tetapi baru berhasil terealisasi setelah memasuki abad XVII. Lontara Wajo menyebutkan bahwa tiga orang datuk dari Minangkabau datang ke Sulsel. Mereka dikenal nama datuk tellue (bahasa Bugis berarti tiga orang datuk). Salah seorang diantaranya bernama Abdul Makmur Khatib, dikenal dengan nama Datuk ri Bandang.

Menurut Risalah Kutai, Datuk ri Bandang sudah pernah dating ke Makassar pada penghujung abad XVI. Tetapi penduduk masa itu masih berpegang teguh kepada  kepercayaan lama. Sehingga belum memungkinkan untuk dilakukan penyebaran ajaran Islam. Ia bersama Tuan Tunggang Parangan kemudian mengalihkan perjalanannya ke Kutai.

Akan tetapi, karena kepercayaan akan berhala masih sangat kuat dianut penduduk Kutai masa itu, maka Datuk ri Bandang kembali lagi ke Makassar. sedangkan temannya Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai, dan berhasil mengislamkan raja mahkota Kutai.

Sumber lain menyebutkan, Datuk ri Bandang bersama dua orang temannya, berangkat dari Aceh melalui Riau menuju Johor. Dari sana mereka meneruskan perjalanan ke Makassar. Bahkan ada beberapa referensi yang menyatakan Datuk ri Bandang merupakan murid dari seorang wali di Jawa Timur, Sunan Giri.

Datuk ri Bandang tiba di pantai Makassar, di pelabuhan Tallo pada tahun 1605, menumpang sebuah perahu. Setibanya di pantai, ia melakukan shalat yang membuat heran penduduk setempat yang melihatnya. Mendengar kabar tersebut, Raja Tallo Karaeng Matoaya pun berkeinginan di pagi hari buta itu ke pantai, untuk menyaksikan Datuk ri Bandang mengerjakan shalat subuh.

Saat ingin ke pantai, di depan gerbang halaman istana Raja Tallo, Karaeng Matoaya bertemu seorang laki-laki bersorban hijau dan berjubah putih. Orang itu menjabat tangan sang raja, setelah itu menuliskan di atas telapak tangan Raja Tallo Karaeng Matoaya, sebuah kalimat Syahadat. Setelah itu, laki-laki bersorban hijau dan berjubah putih itu lalu menghilang.

Sang raja pun bergegas ke pantai tempat pendatang itu menambatkan perahunya. Setibanya di pantai, ia memperlihatkan tangannya kepada Datuk ri Bandang, sesuai pesan orang berjubah putih itu. Setelah membaca apa yang tersurat di atas telapak tangan sang raja, maka bertanyalah Datuk ri Bandang kepadanya, “Tahukah siapa gerangan yang menulis di atas telapak tangan baginda?”. Sang raja sama sekali tidak mengenal sosok laki-laki bersorban hijau, dan berjubah putih tersebut.

Datuk ri Bandang mengatakan, “Baginda sudah menerima Islam langsung dari Rasulullah Muhammad SAW. Karena yang menemui baginda dan menulis di atas telapak tangan baginda, niscaya adalah Nabi Muhammad SAW, yang telah menjelmakan diri di negeri baginda,” lanjut Datuk ri Bandang.

Orang-orang Makassar lalu mengatakan peristiwa itu, Makkasaraki Nabbiya (artinya: Nabi menampakkan/menjelmakan diri). Maka Raja Tallo dianggap telah memeluk Islam, sebelum diajari oleh Datuk ri Bandang.

Sedangkan sumber lain mengatakan, sekitar awal abad ke-17, Datuk ri Bandang mengislamkan Raja Tallo pada hari Jumat 22 September 1605. Kemudian menyusul Raja Gowa XIV yang akhirnya bernama Sultan Alauddin.

Raja Tallo XV Malingkaan Daeng Manyonri merupakan orang pertama di Sulsel yang memeluk agama Islam melalui Datuk ri Bandang. Oleh karena itu pula, kerajaan Tallo sering disebut-sebut atau diistilahkan sebagai pintu pertama Islam di daerah, atau dalam bahasa Makassar disebut Timunganga Ri Tallo’. (berbagai sumber)

Comment