Aku Ingin Menikah

Foto: Istimewa

Aku Ingin Menikah
Oleh Yeni Kurniawi

MEDIAWARTA.COM – Aku ingin menikah, Sayangku!” Itu awal dari suratnya. Membuat jantungku berdegup kencang, dan menahan rasa dalam baur. Kukuatkan diriku untuk melanjutkan membaca surat itu, perlahan.

“Aku ingin menikah, Sayangku! Bukan karena semata aku ingin menunaikan hal yang selama ini diserukan agama bagi umatnya yang telah akil-balig, tetapi aku ingin juga menikmati keindahan dan kebahagiaan pernikahan itu sendiri.”

Aku menggeleng tanpa sadar.

“Bagiku, pernikahan merupakan sebuah kemantapan batin. Bukanlah hal yang mudah memang untuk menjalani sebuah pernikahan, suatu ikatan sakral yang tak bisa dipermainkan selayaknya ketika berpacaran. Tetapi aku inginkan itu. Aku ingin menikmati susahnya menjadi seorang istri, mempunyai anak dan mengurus mereka. Aku merindukan semua hal itu, dan aku menganggapnya sebagai suatu ibadah karena ada cobaan dan tantangan yang harus aku lalui. Tidak mudah memang menjalani gasingan roda rumah tangga sementara aku juga tengah meniti karier.”

Lagi-lagi aku menggeleng tanpa sadar. Padahal, wajah manis itu tidak sedang berada di hadapanku. Ia berada jauh, sangat jauh di suatu tempat.

“Bukankah sudah sering kuceritakan dulu bahwa, aku ingin sekali menikah muda. Kau mau tahu alasannya? Karena aku merasa tertantang untuk melakukan hal itu. Boleh jadi semua itu obsesi. Tetapi menjalani hal berat tersebut, aku akan merasa bangga menjadi seorang istri sahih, sekaligus menyandang status ibu bagi anak-anakku. Kau tahu, betapa bahagianya dapat melihat perkembangan mereka dari kecil hingga dewasa. Dan ketika penatku buncah setelah seharian bekerja, aku akan dihibur celoteh kecil dari anak-anakku. Anak-anak yang kulahirkan sendiri dari rahimku. Lagi pula, aku juga merasa sudah melakukan perbuatan berpahala jika dapat mengurus suami yang aku cintai dengan layak. Bukankah itu juga merupakan limpahan cinta yang aku aplikasikan dalam perbuatan? Setiap malam pula, aku akan berdandan secantik mungkin di hadapan suamiku agar aku dipeluknya, dan aku dan ia akan bercumbu sampai fajar.”

Aku bergidik. Takut membayangkan kenyataan itu.

“Aku tahu, mungkin semua keinginanku ini terlalu picik. Aku pun sadar, ini tidak gampang untukmu. Sebab aku tahu, terlalu banyak hal yang mesti kau selami sebelum benar-benar dapat mewujudkan keinginanku tersebut, menikah! Tetapi keinginanku tersebut bukanlah hal yang muskil. Aku yakin Allah selalu akan memberi jalan bagi umatnya yang ingin berusaha. Allah akan membuka pintu rezeki kau dan aku. Meski aku sadar, saat ini kepapaan kita merupakan aral yang menghambat perwujudan keinginan aku itu. Maafkan aku jika ini terlalu muluk dan sedikit obsesif.”

Aku hela napas panjang. Pikiranku berkecamuk.

“Kau tahu, Sayangku? Betapa aku ingin menikah. Betapa aku ingin mengamalkan ibadah nikah. Dengan menikah, berarti aku telah menyempurnakan ibadahku dan juga agamaku. Menikah bukanlah hal yang  menakutkan, setidaknya menurut versiku, karena semua tak akan berbeda, kecuali hidup bersama dalam tanggung-jawab dan kewajiban masing-masing.”

Aku semakin kalut. Menggigil dalam diam.

Comment