Arwah yang Suka Bernyanyi

Foto: Shutterstock

Miko tersenyum puas. “Kemarin-kemarin kami selalu kerepotan mengatasi Karmila, tapi ternyata Pak Wisnu cuma dengan sekali sentuhan, Karmila seketika sadar. Hebat!”

Miko teringat ayahna. Pasti akan ada perdebatan terlebih dulu. Tapi mengingat kemampuan Pak Wisnu dalam menyadarkan Karmila tadi, timbullah kepercayaan Miko kepadanya. Nampaknya Pak Wisnu langsung melihat, atau setidaknya memiliki firasat tertentu. Dan Miko percaya, di balik sikapnya yang selalu merendah, sesungguhnya Pak Wisnu punya kemampuan ekstra melebihi orang kebanyakan.

Mungkin semacam kekuatan supranatural.

“Bagaimana? Ananda setuju saya bongkar dinding ini?”

Bagaimana jika Bapak marah? Tapi Ibu pun sudah setuju! batin Miko.

“Saya carikan alatnya, Pak. Sekarang juga!” kata Miko akhirnya dengan suara mantap. Ya, semua ini demi kebaikan Karmila!

Sesaat kemudian Pak Wisnu dan Miko cukup menimbulkan kegaduhan. Dengan hanya menggunakan sebuah palu yang cukup besar, mereka bergantian membobol tembok di bawah tangga itu. Miko merasa, Pak Wisnu amat bersemangat. Ia bekerja tanpa banyak bicara. Tapi ketika ia telah berhasil membuat lubang sebesar kepala kerbau, sejenak Pak Wisnu berhenti. Miko pun secara refleks mendekap hidungnya.

Ada bau tak sedap keluar dari lubang yang telah berhasil dibuat itu.

“Mundur!” perintah Pak Wisnu pada Miko.

Lalu, ia mengatur sikap membuat ancang-ancang dan mengayunkan martil sekuat tenaga.

Sebuah lubang yang cukup besar telah tercipta, dan itu cukup membuat keduanya dengan mudah melihat sesuatu yang berada di balik dinding itu.

Sesuatu yang membuat Miko hampir pingsan!

***

Miko melipat korannya dengan wajah puas. Ada perasaan bangga karena di dalam berita itu namanya disebut-sebut sebagai orang yang punya peranan penting atas terbongkarnya kasus pembunuhan yang cukup unik itu.

Akhirnya, tanpa kesulitan yang berarti, pihak yang berwajib berhasil menemukan dan memenjarakan Pak Sindhu. Akhirnya terungkap juga semua alasan yang membuat Pak Sindhu tega menghabisi nyawa anak kandungnya sendiri. Alasan yang kedengarannya tak masuk akal. Pak Sindhu malu jika calon istri barunya mengetahui bahwa ia punya seorang anak, apalagi seorang anak perempuan yang gila.

Jangan-jangan Sindhu itu juga bukan orang waras, batin Miko.

“Kopinya, Miko.”

Miko menoleh. Ibu Wibi mengangsurkan segelas kopi kepadanya.

“Enak saja! Ini buat Pak Wisnu. Suruh ia istirahat sebentar. Kasihan, dari pagi belum berhenti. Dia memang rajin….”

Miko segera membawa segelas kopi itu ke dalam. Di bawah tangga dilihatnya Pak Wisnu masih sibuk dengan adonan semennya.

Comment