Bank Indonesia Jaga Nilai Tukar Rupiah Sesuai Fundamental di Tengah Repatriasi

Foto: Effendy Wongso

MEDIAWARTA.COM, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyatakan akan menjaga nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya, dan tidak terlalu menjadi kuat saat dana valuta asing melimpah ke dalam negeri akibat repatriasi pengampunan pajak.

Gubernur BI Agus Martowardojo seusai rapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Kamis (14/7/2016), mengatakan limpahan dana repatriasi akan mengangkat nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan juga meningkatkan posisi cadangan devisa.

“Kita juga tidak ingin rupiah menjadi terlalu kuat, kita jaga di fundamentalnya,” ujarnya.

Seperti dikutip dari Kontan, BI memproyeksi, dana repatriasi saat pengampunan pajak hingga 1 April 2017 akan mencapai Rp 560 triliun. Sementara, pemerintah memproyeksikan jumlah dana yang lebih tinggi, yaitu Rp 1.000 triliun untuk repatriasi, dan Rp 4.000 triliun untuk deklarasi aset di luar negeri.

“Kita ingin jaga sesuai fundamennya agar jangan terlalu lemah. Kalau terlalu kuat juga akan kita jaga sesuai fundamennya,” imbuh Agus.

Ia menambahkan, sebelum repatriasi terlaksana, karena menunggu terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK), pelaku pasar sudah merespons positif. Hal itu terlihat dari meningkatnya arus modal asing ke pasar keuangan domestik.

Jika melihat secara keseluruhan, sebut Agus, sejak awal tahun hingga 13 Juli 2016, rupiah menguat sebesar 5,27 persen. Pada Rabu (13/7/2016) kemarin, BI mencatat rupiah menguat hingga Rp 13.095 per dolar AS. Sementara, Kamis kemarin kurs tengah BI menunjukkan rupiah kembali menguat menjadi Rp 13.088.

Sementara, dana asing yang masuk hingga pekan kedua Juli sudah sebesar Rp 108 triliun, atau terlipatgandakan dari realisasi sepanjang 2015 sebesar Rp 55 triliun.

Adapun Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara di kesempatan terpisah, sebelumnya mengungkapkan kurs rupiah harus sesuai fundamental ekonomi yang terukur dari capaian inflasi, termasuk juga kinerja neraca perdagangan.

Posisi neraca perdagangan Indonesia saat ini masih mencatatkan defisit, sehingga memerlukan kurs yang relatif kompetitif agar ekspor manufaktur dapat bersaing di tingkat global.

“Jika dana yang masuk banyak seperti sekarang, karena adanya Tax Amnesty, maka ke depannya akan semakin banyak (mengalir). Saya akan lihat, apakah cadangan devisa meningkat. Anda bisa artikan sendiri,” imbuh Mirza.

Comment