Bidadari Kecil

Foto: Istimewa

Bidadari Kecil
Oleh Effendy Wongso

Selasa, 2 Juli 1996

MEDIAWARTA.COM – Hari ini aku diberi kepercayaan dan kesempatan untuk menjadi baby-sitter buat mengasuh putri tunggal Pak Tiodorus yang baru jalan tujuh. Setahuku, Pak Tio, melalui Ayah, tidak mampu lagi mengurus kebandelan Yaya. Sejak istrinya minggat, bukan minggat sebetulnya, tapi bercerai entah karena alasan apa, Pak Tio semakin membenamkan dirinya dalam kesibukannya yang luar biasa di kantor. Agaknya hal itu, mungkin, merupakan kompensasinya agar dapat melupakan kegagalan rumah tangganya.

Aku juga tidak tahu mengapa dia tidak mencari Ibu untuk si Kecil. Padahal sudah dua tahun dia hidup menduda. Menjadi Ayah sekaligus Ibu bagi Yaya. Merepotkan sekali. Tapi mungkin dia memang sengaja tidak mau memberi Ibu Tiri untuk Yaya.

Aryani Ningcahya Ningrum, begitu nama lengkap gadis kecil bakal asuhanku. Karena kebandelan dan kenakalannya, maka nyaris tidak ada TK manapun yang bersedia menerima dia. Bayangkan, setiap hari ada-ada saja kelakuannya yang bikin senewen. Setiap saat ada saja anak yang menangis karena dijahili. Mainan mereka dirampaslah, kue-kue mereka dicaploklah, buku-buku gambar mereka disobeklah, krayon-karyon mereka dipatahlah, dan macam-macam lagi kelakuannya yang bikin gemas guru-guru. Dipukuli pun percuma. Dia hanya menangis sebentar. Cuma sebentar. Karena dia akan mengulangi perbuatannya kembali setelah tangisnya mereda.

Pufh!

Pak Tio sampai bosan mendengar pengaduan-pengaduan para guru Yaya. Selusin pembantu yang sekian tahun mengabdi kepadanya pun mengeluhkan hal yang senada tentang kenakalan Yaya. Akhirnya, satu per satu dari mereka mengundurkan diri secara teratur dan lebih memilih beternak ayam atau kambing di kampung ketimbang harus mengurus kebengalan Yaya.

Mulanya aku ragu menerima permintaan Ayah agar aku mau menjadi pengasuh Yaya setelah mendengar tentang kebandelan anak itu. Bukannya aku takut seperti pembantu-pembantu Pak Tio itu. Bukan. Aku sudah terbiasa ngurus anak kecil, kok. Tito, Eka, Chandra, dan Eflin – anak-anak tetangga sebelah itu kuurus dengan senang hati sewaktu orang tua mereka ke luar negeri setahun yang lalu. Dan mereka berubah menjadi anak-anak yang manis di tanganku. Menurut dan patuh.

Lantas datanglah Pak Tio yang meminta aku mau mengurus Yaya. Melalaui perantaraan Ayah tentu saja. Sebab Ayah pernah bekerja di kantor Pak Tio sebagai pesuruh. Entah dari mana Pak Tio mendapat informasi kalau aku, anak bekas pesuruhnya, pernah menjadi baby-sitter. Sebetulnya sih, aku oke-oke saja. Soalnya aku juga senang sama anak-anak kecil.

Namun begitu Ayah menyodorkan selembar foto gadis kecil yang bakal aku asuh, maka aku langsung menggeleng untuk menolak. Wajah dalam foto itu mengingatkan aku kepada Ria, adikku. Adikku yang hadir tidak lama dalam dunia ini! Dia meninggal bersama Ibu dalam sebuah musibah tabrak lari. Ah, hatiku teriris setiap mengingat mereka. Aku heran mengapa ayah mau menerima permintaan Pak Tio. Bukankah putri Pak Tio itu mengingatkan kami kepada Ria? Ayah pasti tahu itu. Tapi yah, itulah keputusan Ayah. Mungkin dia kasihan melihat keadaan Pak Tio yang lusuh. Atau mungkin pula dia melihat Yaya sebagai Ria. Entahlah.

Comment