Cinta dalam Bayang Baur (Winter in Osaka)

Foto: Istimewa

Cinta dalam Bayang Baur (Winter in Osaka)
Oleh Effendy Wongso

MEDIAWARTA.COM – Andi Mariska Damayanti Mappangewa menatap wajah tirus Kevin dengan rupa tidak percaya. Lentik jari-jari tangannya yang menari-nari di atas ebony and ivory piano Yamaha-nya tadi seketika berhenti. Lantunan ‘I Like Chopin’-nya Gazebo pun memudar dalam baur sunyi. Hening. Cuma terdengar desahan.

“Dua tahun, Vin….”

Gadis itu menundukkan kepalanya. Geraian rambutnya yang sepundak menutupi separo wajahnya. Desisannya hampir-hampir tak terdengar. Ada perih yang tiba-tiba menempel di dinding kerongkongannya.

“Aku pasti kembali.” Suara Kevin terdengar getas.

“Kapan?” Mariska mengusap wajah. “Tidak, Vin. Jangan jadikan itu sebagai alasan….”

Kevin menyergah. “Tidak pernah ada alasan untuk meninggalkanmu, Mari. Jarak antara Osaka-Makassar memang jauh. Tapi, yakinlah. Itu bukan pengalang.”

“Tidak semudah itu….”

“Jangan bilang tidak mudah mempertahankan hubungan kita. Riskan memang, Mari. Riskan mempertahankan kesetiaan bila kita sudah terpisah oleh jarak sampai beribu-ribu mil jauhnya. Toh tidak ada yang bakal tahu jika hati kita mulai nakal,” Kevin tertawa ringan.

“Aku tidak begitu!” Mariska menatap bayang wajahnya dalam pantulan tutup piano yang mengilap.

“Baguslah.”

“Tapi….”

“Aku yang berpaling?”

“Boleh jadi.”

Kevin tersenyum. Ada lekuk kecil yang menyembul di ujung kiri bibirnya. Mariska menatap terpesona. Setiap kali begitu, memandang lama-lama keindahan alami itu, setiap kali itu pula dia merasa kalau senyum itu bukan hanya untuknya. Puluhan gadis pun merasakan hal yang sama seperti yang dirasakannya saat pertama dia terpikat olehnya.

“Kamu tidak percaya sama aku?”

Gadis itu menggeleng pelan. Ditekannya satu tuts tanpa sadar. Bunyi yang dihasilkannya terdengar nyaring. Berdenting seolah gelas pecah. Dia terlonjak sendiri. Tidak menyadari kalau jarinya menekan tuts bagian melodi.

Masih duduk di belakang pianonya, diawasinya cowok bermata sipit itu dengan hati belah. Tak ada lagi derai tawanya yang khas dan simpatik pada hari-harinya mendatang. Dan, kini gundah pun berloncatan di relung hatinya. Ada lengang yang bakal dirasakannya. Menyakitkan sekali. Dan membayangkannya saja dia sudah tidak sanggup.

“Aku pergi untuk kembali.” Kevin memecah kebisuan. Dilatahnya sebuah judul lagu lawas yang pernah populer pada tahun-tahun silam, jelas untuk meringankan suasana yang terasa muram.

“Semoga.”

“Pasti.”

Comment