Pelangi di Pantai Senggigi

Foto: Istimewa

Pelangi di Pantai Senggigi
Oleh Mayoko Aiko

MEDIAWARTA.COM – Egidia terus larut dengan keasyikannya. Bukit-bukit kecil yang dibuatnya dari pasir itu dihancurkan dengan kepalan tangan saat gerimis mengguyur kawasan Pantai Anyer. Berulang-ulang ia melakukannya. Ia tak peduli meskipun kaki hujan menampar-nampar wajahnya. Sesekali telapak tangan melap wajahnya yang basah. Lidah ombak Pantai  Anyer menjilati kakinya yang telanjang.

Matahari sudah condong ke barat. Beberapa nelayan dan segerombol bocah pantai menarik-narik perahu lalu menambatkannya di bibir pantai.

“Kamu suka berlibur di pantai?” Seorang cowok tiba-tiba mengusik keasyikannya. Sekaligus memaksa Egidia mendongakkan kepalanya.

Seorang cowok dengan celana jean belel sebatas lutut dan sebuah T-shirt Anyer Beach, tersenyum ramah kepadanya. Seperti juga dirinya, cowok itu basah kuyup oleh gerimis yang turun di pantai itu.

“Pantai adalah tempat favoritku untuk berakhir pekan,” jawab Egidia sembari menatap wajah cowok itu.

“Kamu selalu ke pantai ini?” tanyanya.

Egidia tersenyum.

“Minimal sebulan sekali? Kamu?” Egidia mencoba beramah tamah. Menemukan seorang teman saat berakhir pekan tentunya sangat menyenangkan.

Cowok itu menyibakkan rambutnya.

Gerimis terus mengguyur. Anak-anak nelayan larut dengan alam. Berlari dan saling mengejar. Bagi mereka gerimis adalah teman bercumbu. Pengganti mimpi kanak-kanak yang indah tentang boneka Barbie yang cantik dan dongeng Sailormoon.

“Ayo Mas Re, kita naik ban lagi,” seorang yang hanya memakai celana kolor menarik-narik tangan cowok itu.

“Kamu saja, deh! Mas Re sudah capek,” jawab cowok itu sembari mengoyak rambut si Bocah.

Si Bocah itu tersenyum. Menatap cowok itu lalu melirik Egidia dengan mata maklum.

“Kamu sering ke sini?” ulang Egidia.

“Tidak juga sih,” jawab cowok itu.

“Kok, bisa akrab sama mereka,” Egidia berpaling ke gerombolan anak-anak yang asyik bermain petak umpet dari satu perahu ke perahu lainnya.

“Tadi siang aku diajak melaut ayahnya.”

“Oya? Aku suka melaut. Tapi tak seorang pun dari mereka yang mengajakku melaut.” Kalimat Egidia terdengar polos.

Cowok itu tersenyum. “Mungkin mereka takut terjadi apa-apa dengan kamu. Kamu kan seorang gadis. Tentu riskan kalau diajak berlayar sampai ke tengah lautan.”

Egidia tertawa. Untuk terakhir kalinya ia mengoyak bukit-bukit pasir yang tadi ditimbunnya. Kemudian membersihkan pasir yang menempel di telapak tangannya dengan air laut.

“Rupanya kamu suka pantai juga,” kata Egidia.

Comment