Waspada, Ini Jenis Obat Berisiko Ketergantungan

Foto: Istimewa

MEDIAWARTA.COM – Waspada obat berisiko ketergantungan. Walaupun obat-obatan yang biasanya dikonsumsi umum bukan tergolong narkotik, akan tetapi jika dikonsumsi secara tidak tepat akan menimbulkan kecanduan hingga kematian. Obat tidur misalnya, ini hanyalah satu dari banyak jenis obat yang tidak dilarang penggunaannya, namun perlu pengawasan dokter jika dikonsumsi dalam waktu lama.

Dikutip dari pesona.co.id, berikut ini beberapa jenis obat lain yang mungkin sering dikonsumsi, berikut penjelasan medis staf pengajar program studi Teknologi Biomedis di Pascasarjana Universitas Indonesia (UI), dr Irzan Nurman.

Antibiotik

Tidak jarang kita merasa perlu antibiotik saat sedang flu. Kita merasa begitu yakin kalau ingin cepat sembuh harus minum antibiotik. Padahal, penggunaan antibiotik harus didasari diagnosis yang tepat, yaitu saat kita terkena infeksi bakteri. Pasalnya, infeksi virus dan jamur tidak dapat disembuhkan dengan antibiotik.

Jika antibiotik digunakan secara sembarangan, maka selain efektivitasnya tidak sesuai yang diharapkan, efek lain adalah terjadinya resistensi. Akibatnya, saat terjadi infeksi bakteri yang sama di kemudian hari, efek antibiotik tidak terjadi seperti yang diharapkan. Pemberian antibiotik harus cukup dan tepat dosis sesuai kondisi pasien, usia, berat badan, dan sebagainya.

Kekurangan dosis akan membuat penggunaan obat tidak efektif, kelebihan dosis dapat menimbulan efek samping yang tidak diharapkan. Penggunaan antibiotik sebaiknya tidak secara sembarangan karena meningkatkan risiko resistensi, sehingga infeksi bakteri tidak bisa lagi disembuhkan dengan antibiotik tersebut.

Obat Pelangsing

Obat pelangsing sangat mudah diperoleh. Saat sedang menjalani perawatan rambut di salon kecantikan misalnya, kita bisa saja ditawari obat pelangsing dengan tawaran memikat seperti menekan nafsu makan. Obat pelangsing yang berbahaya dan bisa menimbulkan ketergantungan secara fisik adalah obat pelangsing yang mekanisme kerjanya di susunan saraf pusat, yaitu menekan nafsu makan.

Selain obat pelangsing, ada obat yang memanfaatkan efek samping obat lain yang fungsi utama sebenarnya bukan obat pelangsing. Kecanduan secara psikologis pada jenis obat atau herbal bisa terjadi jika seseorang memiliki persepsi ia menjadi langsing karena obat, bukan karena perubahan pola makan dan aktivitas fisik yang dilakukan. Pemakaian obat pelangsing pun harus dalam pengawasan dokter.

“Menurut WHO, dokter baru boleh memberikan obat pelangsing jika Body Mass Index (BMI) pasien di atas 30 atau di atas 27, disertai gangguan sindroma metabolik,” jelas Irzan.

Obat Hormonal

Saat kita memasuki toko obat, pegawai toko dengan ramah menyapa kita, “Suplemen untuk menghilangkan flek di wajah, Bu? Atau vitamin antiaging-nya?” Sadarkah kita, mereka sering menawarkan obat hormonal?

Hati-hati, karena kerja hormon dalam tubuh kita sangatlah rumit. Hormon-hormon dalam tubuh saling berhubungan. Itu sebabnya penggunaan obat hormonal harus betul-betul di bawah pengawasan dokter agar kadar hormon dalam tubuh kita selalu seimbang. Ketidakseimbangan hormon akan berakibat tubuh tidak melakukan fungsinya dengan optimal.

Kelebihan dosis dapat mengakibatkan gangguan kesehatan lain, yang bisa jadi tidak berhubungan dengan efek yang diharapkan. Maunya segera mendapatkan hasil yang diharapkan, malah akan memicu keinginan untuk terus mengonsumsi obat hormonal. Tahu-tahu, efek samping kelebihan obat hormonal terjadi.

Anti Depresan

Obat antidepresan adalah obat yang memperlambat otak mengeluarkan zat kimia atau neurotransmitter, dan biasa digunakan pasien yang mengalami depresi. Semua obat anti depresan harus dikonsumsi atas saran dan resep dokter, agar tidak menimbulkan gangguan lain yang tidak diharapkan.

Pengulangan tanpa resep dokter bisa menimbulkan proses toleransi obat, sehingga dosisnya harus dinaikkan untuk mendapatkan efek seperti sebelumnya. Hal ini dapat berisiko meningkatkan terjadinya efek samping dari obat.

Comment