Hudaibiyah, Mekkah, dan Pengampunan Pajak

Foto: katadata.com

Hudaibiyah, Mekkah, dan Pengampunan Pajak
Oleh Muhammad Priyantarno

MEDIAWARTA.COM – Dalam sejarah Islam, dikisahkan seorang sahabat kecewa terhadap putusan Rasulullah SAW karena menandatangani perjanjian Hudaibiyah sekaligus menunda rencana mengujungi Kakbah pada tahun tersebut.

Para sahabat dan pengikut Rasulullah SAW jelas ada yang kecewa karena pada saat itu mereka lagi berada di atas angin, memenangkan beberapa perang penting namun demi perhitungan dan kepentingan yang lebih besar menurut perhitungan Rasulullah SAW, maka umat Islam diputuskan untuk mundur dan mengalah.

Dalam sebuah kisah yang terkenal dengan nama Fathul Makkah (penaklukan Kota Mekkah), saat itu Kota Mekkah sudah berhasil dikuasai umat Muslim. Penduduk Kota Mekkah yang dulu menghina hingga menyiksa orang-orang yang beralih memeluk agama Islam, selangkah lagi akan ditangkap dan dihukum namun pada saat-saat terakhir itu Rasulullah SAW demi kepentingan yang lebih besar masih memberikan pengumuman: barang siapa yang berlindung dalam rumahnya, maka dia aman; barang siapa yang berindung di rumah Abu Sufyan maka dia aman; barang siapa yang memasuki Masjidil Haram maka dia aman.

Sebuah keputusan atau kebijakan yang diambil seorang pemimpin, siapapun dia pasti menimbulkan pro dan kontra, yang jika kita ingin sedikit bersabar maka baiknya hasilnya dilihat setelah kebijakan itu berjalan atau telah selesai.

Namun  di Indonesia, ketika pengaruh “lebay” (berlebihan) media sosial begitu berfek, maka yang sering muncul adalah setimen-sentimen negatif yang di lain sisi juga harus dipahami sebagai bagian dari demokrasi. Begitulah nasib UU No11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau yang lebih populer disebut Amnesti Pajak di media.

Pegawai pajak di lapangan pun sebenarnya mungkin tidak kalah kecewanya, kita bayangkan saja mereka dipersenjatai Peraturan-peraturan dan Perjanjian antarlembaga yang siap dan telah membuka akses harta para Wajib Pajak. Entah sudah berapa banyak surat imbauan, berapa usulan pemeriksaan yang siap dieksekusi namun kemudian panglima tertinggi mengeluarkan instruksi “sabar dan tunggu”. Dalam hal ini, pegawai pajak sebagai pasukan “perang” ekonomi bangsa mau tidak mau harus melaksanakan perintah secara ikhlas.

Kebijakan Amnesti Pajak haruslah diakui bukan sebagai kebijakan yang sempurna, namun kebijakan ini adalah sebuah kebijakan yang penting dalam memperkuat kekuatan ekonomi Indonesia, lebih khusus lagi memperkuat  kekuatan pengusaha-pengusaha dalam negeri dalam menghadapi era “perang pasar”

Saya tidak akan mengurai tentang data, tetapi dengan kondisi sekarang bisakah pengusaha kita memiliki harga dan kualitas yang mampu bersaing dalam era “perang pasar” nantinya. Indonesia tertinggal jauh dari negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia dalam hal infrastruktur kegiatan ekonomi. Terlalu mahal biaya yang dikeluarkan untuk membuat dan memasarkan produk dalam negeri.

Hal ini disebabkan antara lain masalah infrastuktur dan birokrasi yang sangat tidak memadai. Soal masalah birokrasi, pemerintah beberapa bulan lalu telah memangkas peraturan-peraturan yang dianggap mempersulit kegiatan usaha. Ini terkait infrastruktur pemerintah yang mulai digenjot dalam beberapa megaproyek.

Comment