Film 3 Srikandi, menguak sepenggal nasionalisme di Olimpiade Seoul 1988

MEDIAWARTA.COM – Film 3 Srikandi, menguak sepenggal nasionalisme di Olimpiade Seoul 1988. Film dibuka quote, “Dalam kehidupan, berjuang lebih penting daripada kemenangan”. Dibuka kisah menghilangnya Donald Pandiangan yang diperankan Reza Rahadian, yang kerap disebut-sebut sebagai “Robin Hood” Indonesia. Pasalnya, prestasinya dalam hal panahan sudah mendunia. Namun, sayangnya pada 1980 ia gagal berlaga di ajang Olimpiade Moscow lantaran pemerintah Indonesia memboikot Rusia (kala itu masih bernama Uni Soviet) dan tidak mengirim delegasi ke Olimpiade tersebut.

Dikisahkan pula, tiga gadis dari latar belakang dan daerah yang berbeda.  Nurfitriyana Saiman atau Yana (Bunga Citra Lestari), Kusuma Wardhani atau Suma (Tara Basro), dan Lilies Handayani (Chelsea Islan). Yana, dalam tahap menyelesaikan skripsi, harus menghadapi ayahnya yang keras dan otoriter. Suma, diharapkan keluarganya untuk melamar menjadi pegawai negeri. Sementara, Lilies harus menghadapi tuntutan ibunya, menikah dengan pria pilihan orang tua. Ketiga gadis ini bertemu setelah ketiganya terpilih lewat Pelatnas cabang olahraga panahan, mewakili daerah masing-masing.

Pada 1988, dunia olahraga Indonesia tengah disibukkan persiapan menuju Olimpiade ke-24 di Seoul, Korea Selatan. Pak Udi (Donny Damara), pengurus organisasi yang membawahi panahan, berusaha membujuk Donald agar mau menjadi pelatih panahan atlet wanita.

Donald menyetujui tawaran Pak Udi, dengan harapan inilah kesempatannya yang pernah hilang delapan tahun yang lalu saat gagal berangkat ke Moscow, meski kali ini sebagai pelatih.

Hari-hari latihan Yana, Suma, dan Lilies pun dimulai. Mereka dikarantina di sebuah rumah di Sukabumi. Donald menggembleng mereka dengan keras dan disiplin. Diperlihatkan bagaimana “penderitaan” mereka dilatih seorang coach yang galak; bangun pagi hari, lari di sekitar rumah, memanah dengan berdiri di atas drum, memanah di tepi pantai. Donald tak segan menghukum mereka yang bandel.

Ketegasan Donald sempat menuai protes dari para atletnya. Suma misalnya, kesal karena tak diperbolehkan main dengan kekasihnya, yang juga pelatih panahan. Menjelang hari pertandingan, Lilies mendapat kabar duka, ibu meninggal dunia karena kecelakaan. Yana, menghadapi ujian skripsi. Drama demi drama terjadi di tengah masa latihan mereka.

Hingga hari yang dinantikan itu pun tiba. Olimpiade Seoul 1988. Seluruh mata dunia tertuju di sana. Tak disangka, olahraga panahan yang selama ini luput dari perhatian pemerintah, pada akhirnya malah mengukir rekor. Ketiga Srikandi Indonesia itu meraih medali perak. Ini adalah medali pertama yang  berhasil diraih Indonesia, setelah 36 tahun mengikuti Olimpiade.

Akting Reza tak pernah mengecewakan. Ia bahkan menyanyi di film ini, sebuah lagu yang liriknya berbahasa Batak! Chelsea yang bermain sebagai atlet yang berusia paling “bungsu”, tampil natural sebagai “perusuh” di antara tiga Srikandi. Cukup menyegarkan.

Film ini disutradarai Iman Brotoseno, debut pertamanya membuat film komersial layar lebar. Sebagai biopic, film ini mampu mengobarkan jiwa nasionalisme, motivasi berjuang, sekaligus tetap menghibur, lewat ramuan bumbu-bumbu drama, emosi, air mata haru, maupun tawa.

Sumber: femina.co.id/Foto: MVP

Comment