Masih banyak warga Makassar belum memiliki buku nikah

MEDIAWARTA.COM MAKASSAR – Masih banyak warga Makassar belum memiliki buku nikah. Warga Kota Makassar disinyalir masih banyak yang belum miliki buku nikah. Hal tersebut disampaikan Kepala Seksi Jaminan Kesejahteraan Sosial (JKS) Dinas Sosial Kota Makassar, La Heru di ruang kerjanya (2/8/2016).

“Masih banyak warga Makassar yang belum memiliki buku nikah,” katanya.

Untuk itu, pihaknya terus akan mendata warga yang belum memiliki buku nikah melalui layanan terpadu isbat. Rencana, tahun depan pihaknya kembali mengadakan sidang isbat. “Kita terus mendata melalui layanan terpadu isbat, tahun depan kita programkan sidang isbat lagi,” tambahnya.

Untuk tahun ini, pihaknya berhasil mendata 300 pasangan (Muslim) yang belum memiliki buku nikah. Dari 300 pasangan tersebut, 18 pasangan berasal dari Kecamatan Makassar, 37 dari Biringkanaya, 12 asal Manggala, 23 dari Mariso, dan Panakkukang, 10 pasangan dari Bontoala, dan Wajo serta 22  pasangan dari Rappocini.

Sementara Kecamatan Tallo paling dominan, yaitu 51 pasangan semtara Kecamatan Tamalanrea, dan Ujung Tanah 24 pasangan, Kecamatan Tamalate sebanyak 35 pasangan, Kecamatan Ujung Pandang hanya satu  pasangan, dan Kecamatan Mamajang sebanyak sembilan pasangan.

Sekadar diketahui, isbat nikah untuk mendapatkan akta nikah sebagai bukti sahnya perkawinan didasarkan pada Undang-undang No I Tahun 1974 Pasal 2 Ayat (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dasar hukum lainnya dijumpai pada Kompilasi Hukum Islam Pasal 7 Ayat (1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat Pegawai Pencatat Nikah. (2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama. (3) Isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan: (a) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian. (b) Hilangnya Akta Nikah. (c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan. (d) Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No I Tahun 1974, dan (e) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki alangan perkawinan menurut Undang-undang No I Tahun 1974.

Effendy Wongso/Foto: Effendy Wongso

Comment