Workshop AAI : Pendidikan Profesi Advokat Tidak Sesuai Aturan DIKTI

Foto bersama Pemateri, Ketua, pengurus DPP AAI dan Panitia Workshop DPP AAI dengan tema "Menuju Advokat Indonesia yang Profesional dan Berintegritas, di ruang Auditorium Binakarna, Hotel Bidakara, Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta Selatan.

MediaWarta, Jakarta – Menyikapi kondisi advokat saat ini, Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia (DPP AAI) menggelar Workshop Nasional dengan tema “Menuju Advokat Yang Profesional Dan Berintegritas”. Peserta yang terdiri dari advokat, masyarakat umum, perwakilan universitas dari berbagai daerah, serta kalangan media massa, nampak memadati ruang Auditorium Binakarna, Hotel Bidakara, Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta Selatan (Rabu, 21/09/2016).

Workshop yang terbagi menjadi dua sesi ini menampilkan mantan Ketua mahkamah Konstitusi, Mahfud M.D, Johanes Gunawan, kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Gousta Feriza, Advokat dan dosen tetap Fakultas Hukum Esa unggul serta Effendi H. Purba sebagai moderator pada sesi pertama. Adapun sesi kedua diisi oleh Elly Erawaty, ketua tim Hibah Revitalisasi Kurikulum Pendidikan Tinggi Hukum DIKTI, Kenneth R. Puhala, advokat asal USA, Astuti Sitanggang, Wakil Ketua Umum DPP AAI serta Efendi Lod Simanjuntak sebagai moderator.

Dalam sambutannya, Ketua DPP AAI, Muhammad Ismak mengatakan bahwa rangkaian pendidikan Advokat yang disusun AAI ini, tidak saja bertujuan untuk membentuk Advokat yang sangat mahir dan profesional dalam melaksanakan tugas-tugas, juga menciptakan calon Advokat sebagai agen dari penyebar luasan ide tentang negara hukum, demokrasi, dan keadilan serta HAM.

“Advokat yang dihasilkan secara instan, dikhawatirkan tidak memiliki keahlian dan kemampuan yang diharapkan masyarakat yang pada akhirnya akan menimbulkan ketidak percayaan publik kepada profesi Advokat. Oleh karena itu, sebagai profesi yang terhormat (officium nobile), AAI menginginkan lahirnya advokat-advokat yang memiliki integritas, jujur, berani dan memiliki rasa solidaritas yang tinggi” ujarnya.

Menurut Mahfud MD, masa depan hukum Indonesia ditentukan oleh performansi atau kinerja profesi advokat. Diperlukan integritas moral dan kesadaran profesi. Gejala saat ini menunjukkan dikalahkannya moral dan integritas oleh keperluan praktis sehingga hukum kehilangan sukmanya. Untuk itulah perlu segera dirumuskan dan disusun kembali cetak biru pendidikan profesi advokat yang peramuannya dikaitkan dengan penyelenggaraan pendidikan profesi di perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan.

Adapun Astuti Sitanggang dalam pemaparannya menjelaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan khusus advokat tidak sesuai, tidak merujuk, tidak memenuhi standar, dan tidak dikenal dalam aturan DIKTI. Menurutnya, Pendidikan Khusus Profesi Advokat sebaiknya dilaksanakan paling lama tiga tahun akademik setelah menyelesaikan program sarjana dengan beban belajar paling sedikit duapuluh empat SKS.

Suasana Workshop berlangsung dengan meriah. Acara berlangsung hidup dengan panduan dua moderator yang pandai mengarahkan forum. Ratusan peserta yang memadati acara nampak antusias mengajukan pertanyaan kepada para pemateri hingga berakhirnya acara.

 

Teks/foto : Ma’rifat Cinta

 

Comment