KNPI Sulsel dorong pemanfaatan teknologi tepat guna

MEDIAWARTA.COM, MAKASSAR – Teknologi tepat guna didorong untuk dikembangkan sebab membuka peluang usaha baru. Selain itu, teknologi industri mempermudah proses pekerjaan, sehingga meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.

Demikian dikatakan Kabid Industri Logam, Mesin, dan Tekstil Disperindag Sulawesi Selatan, Ahmad saat menjadi narasumber dalam diskusi yang digelar Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulawesi Selatan di Warkop Cappo, Jalan Sultan Alauddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (19/11/2016).

Menurut Ahmad, tiga hal yang harus dipertimbangkan dalam berwirausaha yakni sumber bahan baku, teknologi dan pasar. “Teknologi dapat meningkatkan kapasitas dan menambah kualitas produksi. Namun demikian, teknologi hanyalah alat bantu. Harus didukung jiwa wirausaha, kesabaran dalam menghadapi permasalahan, dan kemampuan melihat peluang pasar,” katanya.

Disperindag Sulsel, kata Ahmad, telah mengembangkan 20 jenis teknologi tepat guna, diantaranya pengolah markisa, pengolah abon, traktor kura-kura, mesin panen, pengolah ikan asap, dan pengolah telur asin. “Di Jeneponto, kami mengembangkan teknologi tepat guna untuk membuat telur asin hanya dalam waktu 3 sampai 4 hari,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Perindustrian dan Teknologi Tepat Guna KNPI Sulawesi Selatan, Wahyuddin Al Qadri menyatakan, dialog digelar dalam rangka memaksimalkan potensi industri tepat guna di tengah masyarakat. “Dialog ini untuk membuka mata dan telinga dalam rangka membantu kerja pemerintah memaksimalkan usaha teknologi tepat guna di tengah masyarakat,” paparnya.

Menurutnya, dalam pemanfaatan teknologi tepat guna, peran pemerintah di Sulsel masih perlu ditingkatkan. “Usaha di masyarakat sangat banyak. Misalnya usaha panganan tradisional yang perlu dikembangkan. KNPI akan bekerjasama dengan Dinas Perindustrian provinsi maupun kabupaten/kota untuk memfasilitasi pelabelan hingga pemasaran produk,” jelasnya.

Pihaknya mengatakan, terdapat beberapa panganan yang digemari masyarakat namun masih sulit ditemukan. “Misalnya sarabba dalam bentuk sachet. Bayangkan, saat mau membeli Dange kita harus ke Pangkep. Saat ingin makan Dangke, harus ke Enrekang terlebih dahulu. Semestinya, panganan seperti itu harus sudah tersedia di Makassar,” katanya.

Comment