Pahami Keberagaman di Indonesia untuk Konten Dakwah yang Ramah

MEDIAWARTA.COM, MUNA – Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo, dilaksanakan secara virtual pada 8 Juli 2021 di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi. Adapun tema kali ini adalah “Dakwah yang Ramah di Internet”. Episode kali ini diikuti oleh 856 peserta dari berbagai kalangan usia dan profesi.

Program ini menghadirkan empat narasumber yang terdiri dari dosen UNAM, Muhammad Anshar Akil; pegiat literasi, Andhika Mappasomba; anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi), Lintang Ratri; dan Public Speaker, Nabila Nadjib. Adapun yang bertindak sebagai moderator adalah Erna Virnia selaku jurnalis. Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi menargetkan peserta sebanyak 57.550 orang.

Pemateri pertama adalah Muhammad Anshar Akil yang membawakan tema “Pemanfaatan Internet untuk Menyebarkan Konten Positif bagi Pemuka Agama”. Menurut dia, penyampaian dakwah harusnya bersifat substantif yang berisi hikmah-hikmah. Tapi, jika dakwah yang disampaikan praktis dan pragmatis justru berpotensi memecah kesatuan umat lantaran adanya perbedaan pandangan pemahaman maupun pilihan politik. “Pasti ada ruang yang tidak tertampung dalam dakwah yang praktis dan pragmatis,” jelasnya. 

Berikutnya, Andhika Mappasomba menyampaikan materi berjudul “Warna-warni Kebijaksanaan dan Kebrutalan di Kolom Komentar Media Sosial”. Ia mengatakan, apapun konten yang diunggah warganet di media sosial, tentu akan muncul konten yang berbeda, sehingga tak perlu diperdebatkan di kolom komentar. Selain itu, sadari juga konsekuensi keberagaman mulai dari perbedaan keyakinan, kebudayaan, lingkungan, pendidikan, hobi, hingga kecintaan terhadap klub sepakbola. “Jangan reaktif, selalu cek dan ricek dalam setiap berita yang ditemukan, dan jangan mudah mengungkapkan komentar,” ujarnya. 

Sebagai pemateri ketiga, Nabila Nadjib membawakan tema tentang “Literasi dalam Berdakwah di Dunia Digital”. Menurut dia, di era sekarang ini peredaran hoaks di media sosial didominasi tentang isu-isu agama, politik, dan kesehatan. Hal tersebut menandakan bahwa ada ketertarikan masyarakat terhadap konten dakwah atau pengetahuan agama cukup besar. Oleh karena itu, warganet perlu mewaspadai adanya dakwah-dakwah intoleran dengan berbagai ciri, misalnya merasa pendapatnya paling benar dan memaksa orang lain untuk mengikuti ajakannya. “Sedangkan contoh dakwah yang ramah itu bersifat santun, damai, lemah lembut, tidak menyalahkan, serta menghargai satu sama lain,” tutur pemilik akun Instagram @nabilanadjib_2 ini. 

Adapun Lintang Ratri, sebagai pemateri terakhir, menyampaikan tema “Toleransi Agama dan Aman Digital”. Ia mengatakan, paham tentang rekam jejak digital warganet, termasuk keluarga, serta orang-orang di sekitar, menjadi cara yang aman bermain di dunia digital. Salah satu perangkat yang bisa digunakan untuk membatasi sekaligus memantau rekam jejak anak dalam penggunaan gawai bisa lewat Google Family Link. “Ini mirip dengan jejak digital tanpa harus mengintip handphone anak-anak,” jelas dia. 

Setelah pemaparan materi oleh semua narasumber, kegiatan tersebut dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu moderator. Terlihat antusias dari para peserta yang mengirimkan banyak pertanyaan kepada para narasumber. Panitia memberikan uang elektronik senilai Rp 100.000 bagi 10 penanya terpilih.

Program Literasi Digital mendapat apresiasi dan dukungan dari banyak pihak karena menyajikan konten dan informasi yang baru, unik, dan mengedukasi para peserta. Kegiatan ini disambut positif oleh masyarakat Sulawesi. “Apakah untuk menyampaikan dakwah yang beredar di Internet memerlukan izin dari Kementerian Agama,” kata Memet Farajnuri yang merupakan salah satu peserta dari kegiatan Literasi Digital di Muna. Menjawab pertanyaan tersebut, Muhammad Anshar mengatakan, untuk berdakwah di media sosial tidak perlu perizinan khusus dari Kementerian Agama, sebab dakwah yang positif merupakan kewajiban semua warganet. Namun, terkait pendirian lembaga atau yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah tentu perlu diurus izinnya.    

Comment