Indonesia Menuju Eliminasi Malaria

Penulis : Risva, Dosen FKM Univ. Mulawarman, Mahasiswa Pendidikan Doktoral Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar

MEDIAWARTA, MAKASSAR – Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 25 April sebagai Hari Malaria Sedunia, untuk menyebarkan informasi tentang malaria dan tentang upaya-upaya penanggulangan yang telah dilakukan.

Cita-cita Indonesia bebas malaria telah dicanangkan Presiden pertama RI Ir Soekarno pada 12 November 1959, melalui komando pemberantasan penyakit malaria di Indonesia. Pada kesempatan itu, Soekarno melakukan penyemprotan pertama menggunakan DDT (dichlorodiphenyltrichloroethane) di sebuah rumah penduduk di Kalasan, Sleman, Yogyakarta.

Upaya ini telah berhasil menurunkan kejadian malaria secara drastis di Pulau Jawa dan Bali. Namun, seiring dengan masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh DDT, penggunaannya dihentikan dan selanjutnya upaya pemberantasan malaria bertumpu pada penanganan pasien dengan obat klorokuin, kina, dan sulfadoksin pirimetamin (SP) yang pada akhir 90-an tidak lagi efektif membunuh parasit malaria.

Eliminasi malaria merupakan agenda pembangunan global dengan indikator yang diukur dalam Sustainable Development Goals. Demikian pula eliminasi malaria merupakan agenda pembangunan nasional dengan indikator yang diukur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019. 

Eliminasi malaria di Indonesia belum berhasil sesuai target karena sampai saat ini beberapa wilayah termasuk Pulau Jawa belum seluruhnya bebas malaria. Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa hal, meskipun penyebabnya telah diketahui dan program pengendalian juga telah dilakukan termasuk penatalaksanaan terhadap penderita. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan geografis yang kompleks dan keberagaman akses pelayanan kesehatan memberikan kontribusi terhadap maju mundurnya eliminasi malaria.

Hasil riset khusus Vektor dan reservoir di empat provinsi yaitu Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah dan Papua. Diketahui sebanyak 3 Kabupaten dari total 12 kabupaten sudah memperoleh sertifika eliminasi malaria. Hasil penangkapan nyamuk di enam ekosisitem Ada beberapa kendala dalam pengendalian vektor malaria sehingga eliminasi malaria sulit terwujud yaitu: hutan jauh, pemukiman, hutan dekat pemukiman, pantai jauh pemukian, pantai dekat pemukiman, non hutan jauh pemukiman, dan non hutan dekat pemukiman, semuanya ditemukan nyamuk Anoppheles sp. Yang sebagian besar sudah sudah terkonfirmasi sebagai vector malaria.

Tantangan lainnya adalah menghilangkan penularan malaria di daerah endemis rendah di seluruh Indonesia yang memiliki penduduk yang sulit dijangkau, yaitu di kalangan penambang, pekerja hutan, pekerja perkebunan, dan suku-suku asli yang hidup berpindah. Selain itu, sebelum negara kita mendapat sertifikat bebas malaria di 2030, kabupaten/kota yang telah bebas malaria tetap harus memperkuat surveilans malaria untuk mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) karena kasus malaria yang datang dari daerah yang masih endemis malaria.

Opsi kebijakan dalam rangka Strategi eliminasi malaria dengan melakukan:

  1. Melakukan penelitian untuk basis bukti program yang menegaskan penyebaran kasus malaria, penguatan system informasi strategis.
  2. Menjalin kemitraan dengan masyarakat , mengidentifikasi strategi program kesehatan yang dibangun diatas praktek budaya yang meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
  3. Pemantapan eliminasi malaria harus didukung dengan surveilans aktif terhadap vector malaria, dilakukan secara berkelanjutan hingga wilayah di seluruh Indonesia bebas malaria, sehingga mobilitas penduduk yang tinggi tidak menjadi factor risiko penularan malaria. Surveilans vector dapat dilakukan secara mandiri oleh tenaga entomologis kab/kota maupun bekerjasama dengan lintas sector.
  4. Pemantapan  eliminasi  malaria  bukan  sekedar  tidak  ada  kasus malaria penularan setempat, akan tetapi harus diyakinkan nyamuk yang ada tidak menjadi masalah, dan masuknya sumber penularan (penderita malaria) terpantau dan tertangani dengan cepat dan tepat. Hal ini perlu komitmen pengambil kebijakan setempat untuk tetap menfasilitasi sarana dan prasarana dalam mendukung program penanggulangan malaria meski tidak memperoleh sertifikat eliminasi malaria.
  5. Penemuan penderita secara aktif terutama melalui surveilans migrasi, pada level desa/kelurahan dapat dilakukan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) dengan memberdayakan pembina wilayah  masing-masing desa/kelurahan.
  6. Komitmen bersama pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat untuk menuju eleminasi atau bebas malaria dalam bentuk pakta integritas
  7. Perlunya kemitraan lintas sektor terpadu dalam pengendalian Malaria.

Mari kita bekerja keras dalam 7 tahun ini untuk mencapai Indonesia Bebas Malaria. Mari bersama-sama kita wariskan kepada anak cucu kita, bukan penyakit malaria, tetapi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sesuai potensi yang dimilikinya. Bebas malaria adalah prestasi kita semua.

Comment