MEDIAWARTA.COM – Sumasa atau membuat kain dari kulit kayu yang dalam bahasa lokal disebut dengan ani adalah salah satu kearifan lokal warisan leluhur bagi “To Seko” atau suku Seko di Sulawesi Barat. Sebelum orang Seko mengenal kain, sebagian besar perempuan di Seko memiliki kemampuan untuk membuat kain kulit kayu atau Sumasa.
Kain dari kulit kayu ini fungsi utamanya adalah sebagai bahan untuk membuat baju, rok, celana, kelambu, dan selimut. Orang Seko khususnya di Hono dan Lodang sebelum Kolonial Belanda menginjakkan kaki pertama sekitar 1920-an, ani inilah yang dijadikan sebagai bahan utama pengganti kain. Karena kulit kayu ani sangat kuat, bagi orang Seko juga dimanfaatkan sebagai bahan tambahan untuk bakul, tikar, dan anyaman-anyaman lainnya.
Ini salah satu potensi ekonomi yang berpeluang untuk dikembangkan ke depan. Kegiatan ini sudah hampir sulit ditemukan lagi kecuali di Lodang. Orang Seko yang memiliki kemampuan untuk memproduksi kani kulit kayu ini tinggal dihitung jari.
Yang paling memprihatinkan lagi karena perempuan yang memiliki kemampuan membuat kain kulit kayu ini umumnya sudah berumur rata-rata 60-an tahun ke atas. Tidak hanya sumber daya manusia (SDM) yang terancam punah, tetapi ketersediaan pohon ani “dalam bahasa lokal” sebagai bahan baku untuk membuat kain kulit kayu ini sudah sulit ditemukan.
Padahal, kain kulit kayu ini bisa saja dikembangkan untuk pembuatan hiasan dinding dengan ukiran khas Seko, aneka ragam tas dan produk-produk lainnya yang bisa memberikan nilai tambah bagi pengembangan ekonomi masyarakat adat di Seko.
Tantangan ke depan, bagaimana ada proses transformasi pengetahuan kepada generasi muda yang didukung kesadaran dari masyarakat adat dan pemerintah setempat. Dengan demikian, upaya untuk mewujudkan masyarakat adat yang mandiri secara ekonomi dan bermartabat secara budaya secara pelan-pelan bisa diperkuat.
Sekadar diketahui, Seko atau Wono adalah suatu dataran tinggi yang terletak sekitar 1.200-1.800 meter di atas permukaan laut pada segitiga perbatasan antara provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah.
Secara geografis Seko dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Seko Padang di bagian paling timur, Seko Tengah, dan Seko Lemo. Daerah Seko berada di dataran tinggi pegunungan “Tokalekaju” yang diapit pegunungan Quarles dan Verbeek. Berada tepat di bagian tengah “huruf K” di Pulau Sulawesi, sehingga sangat tepat kalau Seko disebut sebagai jantung Sulawesi.
Secara keseluruhan, daerah ini memiliki luas wilayah 2.109,19 kilometer persegi, merupakan kecamatan terluas dan terjauh dengan jarak sekitar 120 kilometer dari Ibu Kota Kabupaten Luwu Utara. Kecamatan ini sudah berpenduduk sekitar 14 ribu jiwa, terdiri dari 12 desa yang semuanya sudah beratatus definitif. Kecamatan Seko berada pada ketinggian antara 1.113-1.485 meter di atas permukaan laut, dengan topografi sebagian besar wilayahnya berbukit-bukit.
Novianti/Foto: Effendy Wongso
Comment