MEDIAWARTA.COM, BONE BOLANGO – Sebanyak 3.457 peserta di Bone Bolango, Provinsi Gorontalo mendaftarkan diri dalam Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo (22/11). Pada program ini juga merupakan kerjasama dengan Universitas Negeri Gorontalo Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi. Adapun tema kali ini adalah “Disrupsi Layanan Publik Melalui Pemerintahan Digital”.
Program kali ini menghadirkan dan empat narasumber yang terdiri dari Bupati Bone Bolango, Hamim Pou; Bupati Gorontalo, Nelson Pomalingo; Penyiar dan Duta Bahasa Provinsi Gorontalo 2020, Elia Nusantari Damopolii; serta Rektor Universitas Negeri Gorontalo, Eduart Wolok. Adapun yang menjadi moderator adalah Dosen UNG Irwan Bempah. Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi menargetkan 57.550 orang peserta.
Acara dimulai dengan video sambutan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang menyalurkan semangat literasi digital untuk kemajuan bangsa. Selanjutnya, ada pidato kunci dari Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate. Ia menyampaikan, Program Literasi Digital Nasional “Indonesia Makin Cakap Digital” hadir untuk menyiapkan dan membekali masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan teknologi digital agar dapat menjadi talenta digital yang mumpuni, unggul, dan berdaya saing. Program yang di tahun 2021 menyasar 12,4 juta masyarakat Indonesia ini didasarkan pada modul dan panduan kurikulum yang mencakup empat nilai literasi digital, yaitu kecakapan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital.
“Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, kita harus menjadikan momentum pandemi Covid-19 sebagai katalis bangsa ini untuk bangkit dan mewujudkan visi besar Indonesia Maju, salah satunya dengan SDM yang cakap dan siap mengawal transformasi digital. Untuk mewujudkan hal tersebut, mari bersama-sama kita ikuti kelas Literasi Digital yang terbuka luas secara gratis di seluruh penjuru Nusantara sepanjang tahun ini dan pada tahun-tahun berikutnya,” kata Johnny.
Beranjak ke sesi pemaparan, materi pertama disampaikan oleh Eduart Wolok dengan paparan keamanan digital bertema “Strategi dan Inovasi Perguruan Tinggi di Era Disrupsi”. Pandemi telah menyebabkan disrupsi di hampir semua lini kehidupan, termasuk disrupsi digital. Kini masyarakat berada di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). “VUCA harus dilawan dengan VUCA juga, yang isinya Vision, Understanding, Clarity, dan Agility,” terang Eduart.
Berikutnya, Nelson Pomalingo menyampaikan materi budaya digital berjudul “Digital Culture: Media Sosial sebagai Sarana Meningkatkan Demokrasi dan Toleransi”. Anak muda adalah pengguna terbesar internet. Masalah terbesarnya adalah hoaks, ujaran kebencian, intoleransi, dan perang siber termasuk di kontestasi politik. “Buzzer yang ada di internet jadi tantangan bagi para kepala daerah untuk menyikapinya dengan baik,” katanya.
Pemateri ketiga, Hamim Pou, mengusung tema kecakapan digital tentang “Digital Government: Disrupsi Kapasitas Pelayanan Publik”. Tujuan pengembangan pemerintahan digital, yaitu meningkatkan transparansi, partisipasi dan pelayanan publik, serta kepercayaan. Contohnya, Pemkab Bone Bolango telah menggunakan QRIS mulai retribusi tempat wisata, retribusi pasar dan parkir, serta bagi pedagang baik di pasar maupun tempat wisata. Pemkab Bone Bolango juga membuat berbagai aplikasi pelayanan publik, misalnya untuk membayar PBB-P2.
Adapun Elia Nusantari Domopolii, sebagai pemateri terakhir, menyampaikan tema etika digital mengenai “Digital Ethics: Pentingnya Pemahaman Membedakan Informasi Hoaks”. Berita bohong paling banyak ditemukan di media sosial. Jenisnya yang paling banyak adalah topik sosial politik, SARA, kesehatan, makanan dan minuman, serta keuangan. “Saran dari anak muda, semoga bisa dipertimbangkan, pemerintah melakukan penegakan hukum melalui kerja sama dengan platform media sosial, evaluasi program pemerintah, dan meningkatkan literasi masyarakat,” katanya.
Setelah pemaparan materi, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu Irwan Bempah. Para peserta tampak antusias dan mengirimkan banyak pertanyaan. Panitia memberikan uang elektronik masing-masing senilai Rp100.000 bagi 10 penanya terpilih.
Salah seorang peserta, Anjar, berpendapat bahwa memerangi hoaks mustahil atau sangat sulit bila pendidikan masyarakat masih rendah. Dengan teknologi internet, kompetensi SDM seperti apa yang mau diciptakan? Bagaimana caranya menggabungkan teknologi dan pendidikan?
Menanggapi pertanyaan tersebut, Nelson Pomalingo mengakui bahwa membangun pendidikan butuh waktu lama. SD saja butuh waktu 6 tahun, ditambah SMP jadi 9 tahun. Maka alternatif solusinya adalah memperbanyak pendidikan nonformal. “Perlu ada peta jalan pendidikan di Indonesia agar bisa mengejar kemajuan teknologi,” katanya.
Sementara itu, Hamim Pou menambahkan, soal literasi sebenarnya pemerintah telah memberikan banyak fasilitas, seperti perpustakaan umum. Sayangnya hanya sedikit masyarakat yang memanfaatkan. “Maka menurut saya semua program ini didedikasikan untuk peningkatan kualitas pendidikan, untuk meningkatkan SDM termasuk literasi digital,” ucapnya.
Comment