MEDIAWARTA,MAKASSAR – Pemerintah Kota Makassar menjadi salah satu kota yang dilirik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk mendapatkan dukungan dalam program strategis pengelolaan sampah nasional, yakni Indonesia Sustainable Waste Management Program (ISWMP).
Program ini merupakan inisiatif nasional yang bertujuan untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan di kota-kota besar dan kawasan industri. Salah satu tujuan utama ISWMP adalah mengurangi ketergantungan pada Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), dengan cara memaksimalkan pemanfaatan sampah sebagai sumber daya bernilai ekonomis.
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menyambut baik peluang ini. Dalam pertemuan bersama perwakilan Kementerian PUPR dan tim konsultasi terpadu, Kamis (22/05/2025), ia menyampaikan bahwa kondisi TPA di Makassar saat ini mengalami penumpukan yang cukup parah, sehingga memerlukan penanganan sistematis dan berkelanjutan.
“Yang bisa meredam kondisi saat ini adalah sistem yang mampu mengelola penumpukan di TPA secara efektif. Karena itu, kami mencari solusi, apalagi dengan adanya program seperti ini,” ujar Munafri.
Ia juga menyinggung kondisi delapan unit Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang ada di Makassar, yang saat ini tidak berfungsi, serta permasalahan yang muncul di sejumlah Tempat Penampungan Sementara (TPS).
Dari pihak Kementerian PUPR, Komang Raka selaku Tim Pemantau dan Evaluasi Proyek Strategis menyampaikan bahwa program pengelolaan sampah berskala besar ini sebenarnya sudah lama berjalan, namun belum banyak tersentuh oleh sejumlah kota besar, termasuk Makassar.
“Program ini dirancang untuk menangani pengolahan sampah hingga 100 ton per hari, dengan nilai investasi mencapai Rp100 miliar,” jelasnya. Ia menambahkan, pemerintah daerah diharapkan dapat mengoptimalkan program ini dalam waktu satu tahun, baik dari sisi pendanaan maupun pengelolaan pasca pembangunan.
Program ISWMP memiliki sejumlah persyaratan, salah satunya adalah kesiapan daerah menyediakan lokasi Pengolahan Sampah Terpadu (PTST). Sistem ini mampu menghasilkan residu hanya sekitar 12 persen dari total sampah yang diolah. Opsi teknologi yang digunakan pun fleksibel, mulai dari briket, bahan bakar minyak, hingga kendaraan daur ulang. Secara teknologi, bahkan dimungkinkan tercapainya residu nol persen.
“Namun, angka 12 persen adalah hasil negosiasi karena kemungkinan mengandung limbah B3 atau limbah medis,” tambah Komang.
Hingga saat ini, sejumlah daerah seperti Depok, Bandung, Indramayu, Bali, dan Padang telah menerima bantuan minimal Rp100 miliar untuk program ini. Untuk Kota Makassar, alokasi program akan dikoordinasikan melalui Balai Wilayah.
“Nanti jatah untuk Kota Makassar akan kami koordinasikan dengan Balai. Setelah itu, kita akan bersama-sama meninjau kondisi dan kebutuhannya secara langsung,” tuturnya.
Kehadiran Wali Kota Munafri Arifuddin dalam pertemuan ini turut difasilitasi oleh Wali Kota Makassar periode 2004–2014, Ilham Arief Sirajuddin, yang juga mendampingi tim konsultasi terpadu.
“Saya sebagai warga Kota Makassar merasa memiliki tanggung jawab untuk ikut berkontribusi dalam mencarikan solusi pengelolaan sampah,” ujar IAS.
Ia berharap pengelolaan sampah di Makassar ke depan bisa lebih modern dan bernilai ekonomis.
“Kalau daerah lain bisa, kenapa kita tidak bisa? Sampah bukan sekadar beban. Jika dikelola dari sumbernya dengan tepat, ia bisa menjadi sumber nilai ekonomi. Tidak semata-mata menghabiskan anggaran hanya untuk menjadi tumpukan di TPA,” ungkapnya.
Dengan kapasitasnya sebagai warga yang peduli dan bertanggung jawab terhadap kemajuan kota, IAS menegaskan pentingnya kolaborasi untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang lebih baik di Makassar.
Comment