OJK Catat Aset Fintech P2PL,Capai Rp8,1 Triliun

MEDIAWARTA,MAKASSAR,-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan total aset pada layanan pinjaman Peer to Peer Lending (P2PL) mencapai Rp8,1 triliun. Nilai tersebut terdiri dari P2PL konvensional sebesar Rp7,95 triliun, dan P2PL syariah Rp177,48 miliar.

“Khusus pada outstanding P2P lending di September 2024 tumbuh 33,73 persen secara year of year (yoy) dari Agustus sekitar 35,62 persen,” Ungkap Kepala OJK Sulampua, Darwisman

Lanjutnya, untuk akumulasi penyaluran pendanaan pada layanan fintech P2PL ini sebesar Rp978,39 triliun dengan nilai outstanding sebesar Rp74,48 triliun dan RKB90 sekitar 97,62 persen.

Untuk total platform layanan P2PL di periode September 2024 yakni 98 platform. Dimana terdiri dari 91 penyelenggara konvensional, dan 7 penyelenggara syariah. Adapun dalam layanan penjaminan ini memiliki 21,8 juta rekening pengguna aktif secara nasional.

Sementara, untuk akumulasi rekening borrower mencapai 137,35 juta dengan rekening aktif sebesar 20,9 juta. Pada rekening borrower ini didominasi gen Z dan gen Y sebanyak 12,39 juta atau sebesar 59,3 persen dari total borrower aktif.

“Akumulasi rekening lender mencapai 2,08 juta dengan rekening aktif sebesar 919,310,” sebutnya.

“Di sektor P2P lending, makin tinggi NPL, maka kredit scoring perlu dipertanyakan. Jika kredit scoringnya bagus maka potensi gagal bayar borrowernya rendah,” ungkapnya, dalam pernyataan resminya.

Kemudian, dalam proses bisnis pengawasan P2PL, terdapat beberapa proses antara lain, pemeriksaan off-site, pemeriksaan on-site, sanksi dan pelanggaran bagi P2PL yang melanggar, koordinasi Kantor Pusat OJK dan Kantor OJK Daerah, penilaian kembali Pihak Utama yang dilakukan dalam hal terdapat indikasi keterlibatan atau bertanggung jawab terhadap permasalahan integritas, reputasi keuangan, atau kompetensi, dan pengawasan market conduct dan prudensial.

Di sisi lain, untuk tantangan pengawasan P2PL sendiri yaitu, pertumbuhan industri sangat tinggi, transaksi sangat cepat, keamanan siber dan teknologi informasi, penyelenggara didominasi milenial, serta governance, risk management dan compliance relative rendah.

“Termasuk literasi digital dan keuangan masyarakat rendah, dibayangi pinjol ilegal,” kata Darwisman.

Comment