MEDIAWARTA,-Hari Kedua dari program ini lebih menarik lagi. Pembahasan masuk pada esensi kepemimpinan. Yang memimpin sesi ini adalah seorang Professor Emeritus dalam Bidang Sistem Informasi, Universitas Victoria, Prof. Pak Yoong. Dia keturunan China Malaysia yang pindah ke New Zealand saat berusia 16 tahun.
Dia lebih suka dipanggil Pak, dan saya jelaskan bahwa di Indonesia itu bisa membingungkan karena kata Pak adalah panggilan penghormatan kepada seseorang pada pria dewasa, yang mirip dengan “sir” dalam bahasa Inggeris. Jadi saya bilang, kalau di Indonesia dia bisa dipanggil: Pak Pak, yang diresponnya dengan ketawa karena dia masih ingat sedikit tentang budaya Melayu.
Dia melempar pertanyaan kepada kami tentang esensi kepemimpinan. Ada banyak jawaban peserta dari berbagai perspektif. Lalu Prof. Pak mengatakan bahwa pemimpin itu bisa dilihat dari dua hal, posisi dan proses. Menurutnya, pembahasan dalam program ini lebih ditujukan pada bagaimana memaknai proses dalam kepemimpinan bukan pada posisi.
Inti dari proses kepemimpinan itu adalah pengaruh (influence). Dan pengaruh itulah yang menjadi esensi dari kepemimpinan. Jadi kesuksesan kepemimpinan itu terletak pada kemampuan mempengaruhi. Lalu dia melempar kepada peserta apa sesungguhnya itu pengaruh. Banyak yang menjawab termasuk saya.
Saya mengatakan bahwa pengaruh itu adalah produk dari diri yang membuat orang mau mengikuti, mengakui, atau menghargai. Produk itu bisa berupa ucapan, tindakan, atau tanda. Dari pengaruh ini mengakibatkan adanya orang yang terpengaruh dan menjadi pengikut, istilahnya: “followers” di dunia medsos. Prof. Pak lebih suka menggunakan kata “kollaborator” dibanding “followers”, karena lebih mengandung unsur pelibatan.
Materi terakhir hari kedua ini adalah dari seorang “Chief Executive” pada pemerintahan New Zealand. Dia berbicara dengan sangat cepat tetapi sangat menarik. Dia mengisahkan pengalamannya sebagai pejabat senior dari satu institusi ke Institusi lainnya. Dia memulai dengan pernyataan bahwa fungsi pelayan publik adalah “doing the right thing” dan “explaining not defending”.
Sambil dia menerangkan dengan cepat, saya memotongnya untuk membedah dua pernyataannya itu sambil membuat “excuse” bahwa saya mengintrupsi untuk beristirahat sejenak dari “derita” mengikuti penjelasannya yang sangat cepat tapi menarik.
Saya mengatakan bahwa doing the right thing itu bisa pada pelayan publik tingkat junior. Tetapi untuk level senior yang lebih penting adalah “doing the wise thing,” karena sesuatu yang benar belum tentu bijak. Dia merespon dengan sangat antusias sambil menjawab saya, bahwa gaya bicaranya saat itu adalah cara paling pelan dia berbicara, yang disambut ketawa oleh peserta. Dia menjawab dengan sangat filosofis bahwa itu benar, tetapi yang terpenting dalam pelayanan publik bukan memisahkan benar dan bijak, tetapi kebijakan itu selalu berpihak kepada kepentingan publik, dan dalam perspektif modern itu sangat bisa diukur.
Pernyataan keduanya yang saya respon membuat dia mencontohkan banyak pengalamannya lagi. Tapi kita stop sampai di sini dulu karena lagi memikirkan apa yang saya akan masak malam ini, sebelum melakukan video call untuk dipandu oleh isteri tentang cara memasaknya.
Comment